Selasa, 06 Desember 2011

Dra. Yuniarti Munaf, M.Pd., Kons

Dra. Yuniarti Munaf, M.Pd., Kons

LAPORAN PENELITIAN


KERAJINAN SULAMAN DALAM KONTEKS KEHIDUPAN
SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT BARUNG-BARUNG BELANTAI
PESISIR SELATAN



 

I












Oleh:

Dra. Yuniarti Munaf, M.Pd., Kons
NIP. 19600621 198503 2 001

Dibiayai oleh:
DANA DIPA ISI PADANGPANJANG TAHUN 2010





KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
INSTITUT SENI INDONESIA
PADANGPANJANG
2010


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kerajinan sulaman merupakan salah satu bentuk seni kerajinan yang hidup dan tumbuh di tengah-tengah masyarakat Minangkabau hingga kini.  Di beberapa daerah Minangkabau kerajinan sulaman sudah dikembangkan termasuk salah satu daerah Barung-Barung Belantai yang berada di kawasan pesisir daerah Minangkabau menjadikan kerajinan sulaman sebagai home industri yang tetap eksis sampai sekarang.
Keberadaan kerajinan sulaman tidak hanya pernyataan seni semata, tetapi justru sebagai manifestasi dari kehidupan masyarakat pendukungnya (Umar Kayam, 1981:5).[1] Setiap kerajinan mempunyai karakteristik yang berbeda di semua daerah, karena karakteristik kerajinan tersebut diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya, sehingga keberadaannya dapat dijaga dan juga mampu dikembangkan dan menjadi identitas suatu daerah.
Kerajinan sulaman yang diproduksi oleh masyarakat Barung-Barung Belantai sebagai sebuah kekayaan budaya yang tenggelam dalam “culture identity” menjadi suatu dinamika anak bangsa dalam menyiasati hidup, serta menjalani aktifitas kerajinan sebagai bagian dari kehidupan sosial budaya masyarakat. Kedinamikaan dalam kehidupan kaum perempuan Barung-Barung Belantai telah membawa seni kerajinan sulaman bayangan dan aplikasi sebagai suatu identitas budaya yang membawa perubahan posisi dan kedudukan serta peran kaum perempuan sebagai pelestari budaya.
Kerajinan sulaman yang ada pada masyarakat Barung-Barung Belantai merupakan kegiatan produktif yang dilakukan masyarakat dengan keterampilan tangan dan membuka peluang masyarakat untuk dapat bekerja dan mendatangkan nilai tambah bagi masyarakat (bernilai jual ekonomi). Aktivitas dan kreativitas yang dimiliki kaum perempuan di daerah Barung-Barung Belantai merupakan bagian historis perilaku yang pernah diwariskan oleh pendukungnya, bahwa kreativitas perempuan Barung-Barung Belantai tidak terlepas dari pola perilaku perempuan masa lalu di daerah tersebut.
Sulaman sebagai kerajinan tradisi menjadi milik kolektif dari masyarakat Minangkabau. Sebagai milik kolektif masyarakat, hidup matinya kerajinan tradisi dipengaruhi oleh kepedulian masyarakat pendukungnya melestarikan kerajinan yang ada didaerahnya. Sebagai produk budaya seni kerajinan sulaman memberikan kontribusi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.
Pembuatan sulaman dewasa ini tidak hanya sebagai produk untuk kebutuhan sehari-hari digunakan masyarakat pada kehidupan sosialnya, tetapi sudah bergeser ke arah industri, yang produknya dibuat bertujuan untuk dijual belikan. Awalnya pekerjaan sulaman merupakan pekerjaan sampingan kaum wanita selepas melakukan pekerjaan di sawah dan di ladang, tetapi para wanita masyarakat Barung-Barung Belantai terkenal kuat dengan adat dan agamanya, mereka membuat sulaman untuk kepentingan ibadah seperti menyulam mukena dengan motif kaligrafi dan produk kerajinan tersebut dapat menambah pendapatan ekonomi masyarakat.
Peralatan sehari-hari yang disulam disebut sebagai seni kerajinan digunakan sebagai benda budaya dan dikembangkan sebagai ungkapan rasa keindahan (Suwaji Bustami, 2003:85).[2] Pembuatan sulaman memakai peralatan jarum untuk menyulam motif yang dipakai untuk membuat produk.
Pola kehidupan masyarakatnya sederhana dan mempunyai hubungan erat dengan lingkungan alamnya, karena sistim sosial budaya mempunyai hubungan timbal balik dengan lingkungan alam. Penciptaan berbagai motif untuk sulaman terbentuk dari berbagai bentuk yang ada di alam sesuai dengan falsafah “alam takambang jadi guru” (alam terkembang dijadikan guru) yang mengandung berbagai makna dalam pola kehidupan sosial budaya dalam masyarakat (A.A. Navis, 1984:59).[3]
Motif yang dipakai untuk kerajinan sulaman yang menghias kain berupa stilisasi bentuk flora, fauna dan kaligrafi (Risman Marah, 1987:12).[4] Dari motif tersebut motif kaligrafi dan bentuk flora yang lebih dominan dipakai untuk motif sulaman. Motif tersebut memiliki arti atau perlambangan yang erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat, di samping memiliki unsur keindahan juga mengandung nilai yang berhubungan dengan kehidupan keberagaman, sosial dan adat istiadat yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Setiap motif yang diwujudkan dalam produk sulaman mempunyai arti tersendiri dan berkaitan dengan kepribadian wilayah pembuatnya (A.M. Yosef, 1983:17).[5]
Kerajinan sulaman sebagai produk budaya, akan mempengaruhi peningkatan produksi dan pendapatan perajin, hal ini akan mendorong keberadaan kerajinan tradisi semakin berkembang dan mempunyai makna filosofis yang cukup besar dalam kehidupan masyarakat di lingkungannya. Terutama kondisi lingkungan perajin yang kental dengan adat istiadat dan falsafah kehidupan yang masih divisualisasikan dalam kehidupan sosialnya. Kerajinan sulaman yang diolah oleh masyarakat dengan motif-motif yang menarik terutama motif kaligrafi dan flora yang disulam dengan rapi dan halus sebagai modal dasar tumbuhnya seni kerajinan dalam mengangkat pertumbuhan kehidupan sosial budaya dan pertumbuhan sosial ekonomi dalam masyarakat.
Secara visual bentuk dan motif yang dipakai dapat dilihat pada produk yang dihasilkan, secara filosofis arti dan makna yang terkandung pada motif sulaman diyakini sebagai suatu warisan yang tetap bertahan sampai saat ini. Untuk itu kerajinan sulaman sebagai produk budaya masyarakat Barung-Barung Belantai Pesisir Selatan perlu dikaji melalui penelitian, karena produk kerajinan sulamannya memiliki karakteristik yang berbeda dengan daerah lain di Sumatera Barat. Dalam konteks ini akan diteliti keberadaan kerajinan sulaman, bentuk produk serta dampak produk sulaman terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat.
B.     Rumusan Masalah
           Adapun permasalahan yang hendak dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana keberadaan kerajinan sulaman Barung-Barung Belantai?
2.      Bagaimana bentuk produk kerajinan sulaman di tengah kehidupan masyarakat?
3.      Bagaimana dampak kerajinan sulaman terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat?

C.    Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui keberadaan kerajinan sulaman Barung-Barung Belantai.
2.      Untuk mengetahui bentuk kerajinan sulaman di tengah kehidupan masyarakat.
3.      Untuk mengetahui dampak kerajinan sulaman terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat.
4.      Mendukung misi lembaga yang bertujuan mengkaji khasanah seni budaya melayu.

D.    Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini :
1.        Menambah dan mengembangkan perbendaraan terhadap kerajinan sulaman yang merupakan salah satu mata kuliah pokok bidang studi Kriya Tekstil jurusan Seni Kriya STSI Padangpanjang.
2.        Penelitian ini dapat bermanfaat bagi upaya reservasi atau pelestarian terhadap seni kerajinan tradisi untuk tetap eksis di dalam masyarakat pendukungnya.
3.        Penelitian ini dapat menunjukkan bahwa kelangsungan hidup seni kerajinan tradisi tidak dapat dilepaskan dari konteks kehidupan sosial budaya masyarakat yang mendukungnya.
4.        Penelitian ini hendaknya dapat memancing masyarakat untuk tetap kreatif memajukan kerajinan sulaman sebagai usaha kaum perempuan mengolah seni.

E.     Tinjauan Pustaka
Buku-buku dan referensi yang dapat dipakai untuk mendukung sebagai landasan untuk mengkaji penelitian ini, antara lain:
Penelitian dari Tim Peneliti UNP (2000) yang berjudul “Seni Kerajinan Sulaman di Sumatera Barat” membahas tentang jenis-jenis sulaman yang ada di Sumatera Barat dan teknik penyajian sulaman dan peralatan yang digunakan untuk pengerjaan sulaman.
Penelitian Yuniarti Munaf (2000) yang berjudul “Sulaman Benang Emas: Usaha Kerajinan Rumah Tangga Menarik Minat Pasar di Desa Nareh Kec. Pariaman Utara Kab. Padang Pariaman” membahas tentang bentuk-bentuk motif dan penempatan motif serta makna simbolis yang terkandung dalam motif sulaman benang emas.
Dalam buku yang berjudul Perempuan Indonesia Dulu dan Kini (1996), penyunting Mayling Oey Gardiner, membahas tentang kaum perempuan yang terkait dengan citra dan eksistensi keberadaan perempuan Indonesia yang berhubungan dengan adat, ekonomi dan agama. Buku ini juga membahas tentang perempuan baik usia produktif maupun non produktif serta keperkasaan perjuangan perempuan di segala bidang kehidupan.
Buku Imam Suprayitna (1996) yang berjudul “Usaha Sampingan Wanita Pedesaan” membahas tentang usaha yang dilakukan kaum wanita disamping pekerjaan rutin lainnya yang dapat membantu menopang perekonomian keluarga termasuk di antaranya wanita bekerja sebagai perajin.
Buku Risman Marah (1987) yang berjudul “Ragam Hias Minangkabau” membahas tentang bentuk dan corak ragam hias Minangkabau yaitu bentuk flora, fauna dan benda-benda lainnya. Untuk sulaman bayangan dan aplikasi memakai bentuk flora dan benda-benda lainnya.
Buku A.A. Navis (1984) yang berjudul “Alam Terkembang Jadi Guru” membahas tentang penciptaan ragam hias, orang Minangkabau selalu konkret dari alam Minangkabau. Alam menjadi sumber inspirasi untuk membuat karya seni termasuk sulaman. Motif-motif alam yang dijadikan penghias dari produk sulaman.
Buku Boestami, dkk (1993) yang berjudul “Kedudukan dan Peranan Wanita dalam Kebudayaan Suku Bangsa Minangkabau” membahas tentang kedudukan dan peranan perempuan pada masa remaja dalam mata pencaharian, sistem religi, pendidikan maupun lembaga pemerintah.


F.     Landasan Teori
Kajian terhadap kerajinan sulaman dalam konteks kehidupan sosial budaya masyarakat Barung-Barung Belantai diperlukan landasan teori untuk menunjang terselanggaranya penelitian ini. Kerajinan sulaman sebagai produk dari kebudayaan tidak dapat dilepaskan dari telaah epistemologi kebudayaan. Koentjaraningrat mengemukakan arti kebudayaan sebagai produk manusia yang wujudnya berupa; 1) kompleks dari ide/gagasan, 2) kompleks aktivitas, 3) artefak dan benda karya seni.[6]
Sebagai produk budaya kerajinan sulaman tumbuh dan berkembangnya dalam masyarakat juga dipengaruhi oleh kehidupan masyarakat. Sebagai gagasan dan artefak ia adalah wujud dari pola perilaku masyarakatnya yang dilakukan masyarakat sebagai aktivitas yang berkesinambungan di dalam kehidupan sosial budaya.
Tumbuh dan berkembangnya suatu budaya dalam masyarakat dipengaruhi oleh kehidupan masyarakat. Masyarakat merupakan penyangga kebudayaan dan seni kerajinan yang ada dalam masyarakat sebagai seni kerajinan yang tumbuh tersebut memiliki fungsi dalam masyarakat sebagai barang guna atau applaid arts, karena seni kerajinan bermula dari pembuatan benda-benda yang diciptakan manusia untuk menyandang fungsi guna dalam kehidupan sehari-hari untuk bahan pakaian.[7]
Sehubungan dengan hal tersebut maka seni kerajinan yang diciptakan manusia difungsikan untuk kebutuhan hidup dari masyarakat terutama kerajinan sulaman bayangan dan aplikasi yang dijahitkan pada kain untuk peralatan ibadah dan untuk bahan pakaian. Lebih lanjut Soedarso SP menjelaskan seni kriya berorientasi pada keindahan atau memiliki fungsi dekoratif, teknik pembuatannya sangat canggih dan ditekankan pada buatan tangan dalam bahasa Inggris disebut “crafts” atau “handicrafts” untuk penunjang terhadap kebutuhan sehari-hari manusia, bentuknya indah dan menarik.[8]
Sejalan pernyataan di atas bahwa seni kerajinan sulaman juga berorientasi pada keindahan dan motif yang disulamkan pada kain menjadi memiliki nilai dekoratif dan disulam dengan tangan, sehingga menghasilkan seni kriya yang disebut seni “handicrafts”. Masyarakatnya menyulam dengan penuh kreatifitas untuk menghasilkan seni kerajinan sulam yang berfungsi guna dan berfungsi dekoratif.
Sehubungan dengan eksistensi kerajinan dalam masyarakat Barung-Barung Belantai, David Kaplan dalam teori budaya mengemukakan pengalaman kolektif dalam kelompok masyarakat yang menjadi nilai utama bagi masyarakat untuk terus melanjutkan budaya yang ada, baik sebagai makna nilai budaya yang diwariskan secara turun temurun maupun sebagai materi ekonomis bagi masyarakat secara universal untuk kebutuhan hidupnya.[9]
Kemudian Elizabeth dalam Harisman mengemukakan secara tradisional kerajinan adalah merupakan hasil karya wanita, peluang wanita mengerjakan kerajinan lebih banyak dari pria, kaum pria lebih terfokus mengerjakan pekerjaan berat dan memerlukan tenaga ekstra untuk melakukan pekerjaan.[10]
Untuk membahas keberadaan kerajinan sulaman di tengah masyarakat Barung-Barung Belantai teori di atas dapat dipakai karena keberadaan seni kerajinan tersebut terkait dengan nilai budaya pewarisnya secara universal  dan kolektif serta keberadaan seni kerajinan sulaman ini peluang besar kaum perempuan untuk mengembangkannya. Secara turun temurun keberadaannya diupayakan sebagai estafet ke generasi berikutnya serta sebagai penopang kehidupan dari segi ekonomi masyarakat pedesaan.
Penciptaan seni kerajinan sulaman bayangan dan aplikasi mengandung nilai estetik dan artistik dengan beraneka ragam motif yang ada di alam sesuai dengan falsafah “alam takambang jadi guru”. Keanekaragaman motif yang dipakai pada sulaman bayangan maupun aplikasi merupakan gambaran ekspresi pribadi dan cerminan kemampuan estetik dari perajinnya. Fenomena sosial yang terjadi di dalam masyarakat yang berhubungan dengan pola tingkah laku, adat istiadat dan norma-norma atau aturan-aturan yang diberlakukan dalam masyarakat menggambarkan sendi-sendi kehidupan yang dijunjung tinggi oleh anggota masyarakat.
Penciptaan bentuk seni kerajinan sulaman di tengah-tengah masyarakat terkait dengan ekspresi pribadi penciptanya sehingga melahirkan jenis-jenis produk yang beraneka ragam yang diproses dengan tangan. Soedarso SP menyimpulkan beberapa pendapat bahwa seni kerajinan adalah; 1) sesuatu yang dibuat dengan tangan dengan kekriyaan yang tinggi, 2) umumnya dibuat dengan sangat dekoratif secara visual sangat indah, dan 3) seringkali merupakan barang berguna. Encyclopedia of World Art menambahkan bahwa dalam pembuatan seni kerajinan menggunakan alat, dengan syarat bahwa sepanjang proses pembuatan si pembuat harus sepenuhnya dapat menguasai alat tersebut.[11]
Sehubungan dengan hal ini untuk memperoleh hasil yang baik dalam pengerjaan sulaman, Soedarso SP menjelaskan bahwa seni kerajinan harus terbuat dengan rapi dengan kekriyaan atau craftsmanship yang tinggi, dan mengindahkan tata cara teknis yang benar, penentuan bahan dan teknik kerja yang sesuai dengan bentuk yang akan dicapai, perhatian atas perwatakan dan sifat-sifat bahannya, serta penyelesaian atau finishing secara penuh.[12]
Teori ini dipakai untuk membahas proses pembuatan kerajinan sulaman untuk memperoleh hasil yang lebih baik dan estetis, dengan memperhatikan langkah-langkah tersebut menjadikan produk sulaman lebih diminati konsumen.
Sehubungan dengan pengaruh sosial masyarakat Barung-Barung Belantai dalam menciptakan sulaman bayangan dan aplikasi akan dianalisis berdasarkan teori Jean Duvignant yang menyatakan bahwa kebudayaan sangat dipengaruhi oleh peran serta masyarakat pendukungnya.[13] Dengan keberadaan kerajinan sulaman di tengah masyarakat pendukungnya serta pengaruh terhadap kehidupan sosial budaya dan kehidupan ekonomi, tidak tertutup kemungkinan menggunakan teori-teori lain sebagai teori bantu untuk menganalisis penelitian ini.

G.    Metode Penelitian
            Penelitian ini bersifat kualitatif yang menggunakan pendekatan multi disiplin. Pendekatan utama dalam penelitian ini adalah pendekatan estetika, pendekatan ini digunakan untuk mengkaji sulaman sebagai suatu bentuk produk estetis kolektif dari masyarakat. Kemudian juga digunakan pendekatan sosiologis antropologis untuk memahami perkembangan masyarakat terhadap kerajinan yang dimilikinya. Teknik atau proses pengumpulan data dilakukan melalui proses obsevasi dan wawancara dengan sejumlah pihak yang berkompeten dengan permasalahan yang diteliti. Studi pustaka juga akan dilakukan sebagai data sekunder yang akan mendukung analisis nantinya.
            Sehubungan dengan hal ini, R.M. Soedarsono mengatakan data kualitatif untuk penelitian seni kerajinan bisa didapat dari sumber tertulis, sumber lisan, artefak, peninggalan sejarah serta sumber-sumber rekaman.[14] Untuk memperoleh data yang terkait dengan pembahasan ini, dapat digunakan beberapa metode sebagai berikut:


1.      Populasi dan Sampel
         Populasi dalam penelitian ini adalah produk sulaman aplikasi dan bayangan Barung-Barung Belantai. Sehubungan dengan itu tidak semua populasi dijadikan sampel penelitian dan pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik “purposive sampling”. Sehubungan dengan hal ini Hadari Nawawi menjelaskan bahwa pengambilan sampel disesuaikan dengan kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian.[15]

2.      Pengumpulan Data
a.       Studi Pustaka
          Studi ini dilakukan untuk mendapatkan bahan-bahan yang berhubungan dengan objek penelitian, baik berupa buku, artikel, tesis, majalah atau jurnal penelitian dll. Studi ini diperlukan untuk mendapatkan informasi yang nantinya dapat digunakan sebagai bandingan bahan analisis.
b.      Observasi
          Observasi dilakukan meliputi pengamatan secara langsung di lokasi penelitian sehubungan dengan segala aktivitas seni kerajinan sulaman, peralatan yang digunakan untuk memproduksi sulaman, bahan untuk produk sulaman, motif yang diterapkan pada produk sulaman. Untuk dokumentasi diperoleh data melalui visual pemotretan dengan alat bantu kamera digital.
c.       Wawancara
          Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data yang tidak diperoleh melalui studi pustaka dan observasi, maka dilakukan wawancara langsung dengan para perajin sulaman serta tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap banyak mengetahui tentang keberadaan aktivitas kerajinan sulaman dalam masyarakat Barung-Barung Belantai.

3.      Analisis Data
         Analisis data dilakukan untuk mencari dan menelaah catatan hasil studi pustaka, observasi dan wawancara selama berlangsung kegiatan penelitian. Ada dua langkah awal yang dilakukan dalam menganalisis data; pertama membuat kategorisasi terhadap bahan atau data yang telah dikumpulkan. Data yang telah terkumpul dianalisis sesuai dengan teori-teori yang dipakai untuk membedah permasalahan penelitian. Kedua, data dianalisis baik secara tekstual maupun kontekstual dimana selanjutnya ditarik kesimpulan dan ditulis dalam bentuk laporan karya tulis dengan mendeskripsikan hasil penelitian secara keseluruhan.




[1] Umar Kayam. Seni Tradisi dan Masyarakat. Sinar Harapan, Yogyakarta, 1981, p.5
[2] Suwaji Bustami. 2003. Seni Kriya, Semarang, UNNES Press. P. 85
[3] A.A. Navis. 1984. Alam Takambang Jadi Guru, Jakarta, Grafiti Press, p. 59
[4] Risman Marah. 1987, Pola Kain Sulaman dan Kehidupan Perajinnya, Jakarta, Depdikbud, p. 12
[5] A.M. Yosef. 1983. Pengetahuan Ragam Hias Minangkabau, Padang, Depdikbud, Sumbar, p. 17
[6] Koentjaraningrat, 1989. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara, p. 196.
[7] Soedarso SP. 2006. Trilogi Seni: Penciptaan Eksistensi dan Kegunaan Seni, Yogyakarta: ISI Yogyakarta, p. 109-110.
[8] Ibid, p.110-111
[9] David Kaplan. 2003. Teori Budaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. P. 35
[10] Harisman, dkk. 2002. Kebudayaan dan Prospek Kerajinan Anyaman Sungai Tutung Kab. Kerinci, STSI Padangpanjang, p.24
[11] Soedarso SP. 2006.Trilogi Seni: Penciptaan Eksistensi dan Kegunaan Seni, Yogyakarta: ISI Yogyakarta, p. 107
[12] Ibid, p. 109
[13] Jean Duvignant, 1972, The Sociology of Arts, London, Granada, p. 80
[14] R.M. Soedarsono, 1999. Metode Penelitian: Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, Bandung: MSPI, p. 194
[15] Hadari Nawawi, 1983. Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta, Gajah Mada University Press, p. 157

catt:
isi lengkap dapat melalui kontak email atau hubungi pusat data dan informasi LPPM ISI PADANGPANJANG
Ayurizal.S.Sn

Tidak ada komentar:

Posting Komentar