Dra.
Yuniarti Munaf, M.Pd., Kons
LAPORAN
PENELITIAN
KERAJINAN SULAMAN DALAM KONTEKS
KEHIDUPAN
SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT BARUNG-BARUNG
BELANTAI
PESISIR SELATAN
I
Oleh:
Dra.
Yuniarti Munaf, M.Pd., Kons
NIP.
19600621 198503 2 001
Dibiayai
oleh:
DANA
DIPA ISI PADANGPANJANG TAHUN 2010
KEMENTRIAN
PENDIDIKAN NASIONAL
DIREKTORAT
JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
INSTITUT
SENI INDONESIA
PADANGPANJANG
2010
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerajinan sulaman merupakan salah satu bentuk seni
kerajinan yang hidup dan tumbuh di tengah-tengah masyarakat Minangkabau hingga
kini. Di beberapa daerah Minangkabau
kerajinan sulaman sudah dikembangkan termasuk salah satu daerah Barung-Barung
Belantai yang berada di kawasan pesisir daerah Minangkabau menjadikan kerajinan
sulaman sebagai home industri yang tetap eksis sampai sekarang.
Keberadaan kerajinan sulaman tidak hanya pernyataan
seni semata, tetapi justru sebagai manifestasi dari kehidupan masyarakat
pendukungnya (Umar Kayam, 1981:5).[1]
Setiap kerajinan mempunyai karakteristik yang berbeda di semua daerah, karena karakteristik
kerajinan tersebut diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya, sehingga
keberadaannya dapat dijaga dan juga mampu dikembangkan dan menjadi identitas
suatu daerah.
Kerajinan sulaman yang diproduksi oleh masyarakat
Barung-Barung Belantai sebagai sebuah kekayaan budaya yang tenggelam dalam
“culture identity” menjadi suatu dinamika anak bangsa dalam menyiasati hidup, serta
menjalani aktifitas kerajinan sebagai bagian dari kehidupan sosial budaya
masyarakat. Kedinamikaan dalam kehidupan kaum perempuan Barung-Barung Belantai
telah membawa seni kerajinan sulaman bayangan dan aplikasi sebagai suatu
identitas budaya yang membawa perubahan posisi dan kedudukan serta peran kaum
perempuan sebagai pelestari budaya.
Kerajinan sulaman yang ada pada masyarakat
Barung-Barung Belantai merupakan kegiatan produktif yang dilakukan masyarakat
dengan keterampilan tangan dan membuka peluang masyarakat untuk dapat bekerja
dan mendatangkan nilai tambah bagi masyarakat (bernilai jual ekonomi). Aktivitas
dan kreativitas yang dimiliki kaum perempuan di daerah Barung-Barung Belantai
merupakan bagian historis perilaku yang pernah diwariskan oleh pendukungnya,
bahwa kreativitas perempuan Barung-Barung Belantai tidak terlepas dari pola
perilaku perempuan masa lalu di daerah tersebut.
Sulaman sebagai kerajinan tradisi menjadi milik
kolektif dari masyarakat Minangkabau. Sebagai milik kolektif masyarakat, hidup
matinya kerajinan tradisi dipengaruhi oleh kepedulian masyarakat pendukungnya melestarikan
kerajinan yang ada didaerahnya. Sebagai produk budaya seni kerajinan sulaman
memberikan kontribusi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.
Pembuatan sulaman dewasa ini tidak hanya sebagai
produk untuk kebutuhan sehari-hari digunakan masyarakat pada kehidupan
sosialnya, tetapi sudah bergeser ke arah industri, yang produknya dibuat
bertujuan untuk dijual belikan. Awalnya pekerjaan sulaman merupakan pekerjaan sampingan
kaum wanita selepas melakukan pekerjaan di sawah dan di ladang, tetapi para
wanita masyarakat Barung-Barung Belantai terkenal kuat dengan adat dan
agamanya, mereka membuat sulaman untuk kepentingan ibadah seperti menyulam
mukena dengan motif kaligrafi dan produk kerajinan tersebut dapat menambah
pendapatan ekonomi masyarakat.
Peralatan sehari-hari yang disulam disebut sebagai
seni kerajinan digunakan sebagai benda budaya dan dikembangkan sebagai ungkapan
rasa keindahan (Suwaji Bustami, 2003:85).[2]
Pembuatan sulaman memakai peralatan jarum untuk menyulam motif yang dipakai
untuk membuat produk.
Pola kehidupan masyarakatnya sederhana dan mempunyai
hubungan erat dengan lingkungan alamnya, karena sistim sosial budaya mempunyai
hubungan timbal balik dengan lingkungan alam. Penciptaan berbagai motif untuk
sulaman terbentuk dari berbagai bentuk yang ada di alam sesuai dengan falsafah
“alam takambang jadi guru” (alam
terkembang dijadikan guru) yang mengandung berbagai makna dalam pola kehidupan
sosial budaya dalam masyarakat (A.A. Navis, 1984:59).[3]
Motif yang dipakai untuk kerajinan sulaman yang
menghias kain berupa stilisasi bentuk flora, fauna dan kaligrafi (Risman Marah,
1987:12).[4]
Dari motif tersebut motif kaligrafi dan bentuk flora yang lebih dominan dipakai
untuk motif sulaman. Motif tersebut memiliki arti atau perlambangan yang erat
kaitannya dengan kehidupan masyarakat, di samping memiliki unsur keindahan juga
mengandung nilai yang berhubungan dengan kehidupan keberagaman, sosial dan adat
istiadat yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Setiap motif yang diwujudkan
dalam produk sulaman mempunyai arti tersendiri dan berkaitan dengan kepribadian
wilayah pembuatnya (A.M. Yosef, 1983:17).[5]
Kerajinan sulaman sebagai produk budaya, akan
mempengaruhi peningkatan produksi dan pendapatan perajin, hal ini akan
mendorong keberadaan kerajinan tradisi semakin berkembang dan mempunyai makna
filosofis yang cukup besar dalam kehidupan masyarakat di lingkungannya.
Terutama kondisi lingkungan perajin yang kental dengan adat istiadat dan
falsafah kehidupan yang masih divisualisasikan dalam kehidupan sosialnya. Kerajinan
sulaman yang diolah oleh masyarakat dengan motif-motif yang menarik terutama
motif kaligrafi dan flora yang disulam dengan rapi dan halus sebagai modal
dasar tumbuhnya seni kerajinan dalam mengangkat pertumbuhan kehidupan sosial
budaya dan pertumbuhan sosial ekonomi dalam masyarakat.
Secara visual bentuk dan motif yang dipakai dapat
dilihat pada produk yang dihasilkan, secara filosofis arti dan makna yang
terkandung pada motif sulaman diyakini sebagai suatu warisan yang tetap
bertahan sampai saat ini. Untuk itu kerajinan sulaman sebagai produk budaya
masyarakat Barung-Barung Belantai Pesisir Selatan perlu dikaji melalui
penelitian, karena produk kerajinan sulamannya memiliki karakteristik yang
berbeda dengan daerah lain di Sumatera Barat. Dalam konteks ini akan diteliti
keberadaan kerajinan sulaman, bentuk produk serta dampak produk sulaman
terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
permasalahan yang hendak dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana
keberadaan kerajinan sulaman Barung-Barung Belantai?
2. Bagaimana
bentuk produk kerajinan sulaman di tengah kehidupan masyarakat?
3. Bagaimana
dampak kerajinan sulaman terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat?
C.
Tujuan
Penelitian
1. Untuk
mengetahui keberadaan kerajinan sulaman Barung-Barung Belantai.
2. Untuk
mengetahui bentuk kerajinan sulaman di tengah kehidupan masyarakat.
3. Untuk
mengetahui dampak kerajinan sulaman terhadap kehidupan sosial budaya
masyarakat.
4. Mendukung
misi lembaga yang bertujuan mengkaji khasanah seni budaya melayu.
D.
Manfaat
Penelitian
Adapun
manfaat dari penelitian ini :
1.
Menambah dan mengembangkan perbendaraan
terhadap kerajinan sulaman yang merupakan salah satu mata kuliah pokok bidang
studi Kriya Tekstil jurusan Seni Kriya STSI Padangpanjang.
2.
Penelitian ini dapat bermanfaat bagi
upaya reservasi atau pelestarian terhadap seni kerajinan tradisi untuk tetap
eksis di dalam masyarakat pendukungnya.
3.
Penelitian ini dapat menunjukkan bahwa
kelangsungan hidup seni kerajinan tradisi tidak dapat dilepaskan dari konteks
kehidupan sosial budaya masyarakat yang mendukungnya.
4.
Penelitian ini hendaknya dapat memancing
masyarakat untuk tetap kreatif memajukan kerajinan sulaman sebagai usaha kaum
perempuan mengolah seni.
E. Tinjauan Pustaka
Buku-buku dan referensi yang dapat dipakai untuk
mendukung sebagai landasan untuk mengkaji penelitian ini, antara lain:
Penelitian dari Tim Peneliti UNP (2000) yang
berjudul “Seni Kerajinan Sulaman di Sumatera Barat” membahas tentang
jenis-jenis sulaman yang ada di Sumatera Barat dan teknik penyajian sulaman dan
peralatan yang digunakan untuk pengerjaan sulaman.
Penelitian Yuniarti Munaf (2000) yang berjudul
“Sulaman Benang Emas: Usaha Kerajinan Rumah Tangga Menarik Minat Pasar di Desa
Nareh Kec. Pariaman Utara Kab. Padang Pariaman” membahas tentang bentuk-bentuk
motif dan penempatan motif serta makna simbolis yang terkandung dalam motif
sulaman benang emas.
Dalam buku yang berjudul Perempuan Indonesia Dulu
dan Kini (1996), penyunting Mayling Oey Gardiner, membahas tentang kaum
perempuan yang terkait dengan citra dan eksistensi keberadaan perempuan
Indonesia yang berhubungan dengan adat, ekonomi dan agama. Buku ini juga
membahas tentang perempuan baik usia produktif maupun non produktif serta
keperkasaan perjuangan perempuan di segala bidang kehidupan.
Buku Imam Suprayitna (1996) yang berjudul “Usaha
Sampingan Wanita Pedesaan” membahas tentang usaha yang dilakukan kaum wanita
disamping pekerjaan rutin lainnya yang dapat membantu menopang perekonomian
keluarga termasuk di antaranya wanita bekerja sebagai perajin.
Buku Risman Marah (1987) yang berjudul “Ragam Hias
Minangkabau” membahas tentang bentuk dan corak ragam hias Minangkabau yaitu
bentuk flora, fauna dan benda-benda lainnya. Untuk sulaman bayangan dan
aplikasi memakai bentuk flora dan benda-benda lainnya.
Buku A.A. Navis (1984) yang berjudul “Alam
Terkembang Jadi Guru” membahas tentang penciptaan ragam hias, orang Minangkabau
selalu konkret dari alam Minangkabau. Alam menjadi sumber inspirasi untuk
membuat karya seni termasuk sulaman. Motif-motif alam yang dijadikan penghias
dari produk sulaman.
Buku Boestami, dkk (1993) yang berjudul “Kedudukan
dan Peranan Wanita dalam Kebudayaan Suku Bangsa Minangkabau” membahas tentang
kedudukan dan peranan perempuan pada masa remaja dalam mata pencaharian, sistem
religi, pendidikan maupun lembaga pemerintah.
F. Landasan Teori
Kajian terhadap kerajinan sulaman dalam konteks
kehidupan sosial budaya masyarakat Barung-Barung Belantai diperlukan landasan
teori untuk menunjang terselanggaranya penelitian ini. Kerajinan sulaman
sebagai produk dari kebudayaan tidak dapat dilepaskan dari telaah epistemologi
kebudayaan. Koentjaraningrat mengemukakan arti kebudayaan sebagai produk
manusia yang wujudnya berupa; 1) kompleks dari ide/gagasan, 2) kompleks
aktivitas, 3) artefak dan benda karya seni.[6]
Sebagai produk budaya kerajinan sulaman tumbuh dan
berkembangnya dalam masyarakat juga dipengaruhi oleh kehidupan masyarakat.
Sebagai gagasan dan artefak ia adalah wujud dari pola perilaku masyarakatnya
yang dilakukan masyarakat sebagai aktivitas yang berkesinambungan di dalam
kehidupan sosial budaya.
Tumbuh dan berkembangnya suatu budaya dalam
masyarakat dipengaruhi oleh kehidupan masyarakat. Masyarakat merupakan
penyangga kebudayaan dan seni kerajinan yang ada dalam masyarakat sebagai seni
kerajinan yang tumbuh tersebut memiliki fungsi dalam masyarakat sebagai barang
guna atau applaid arts, karena seni
kerajinan bermula dari pembuatan benda-benda yang diciptakan manusia untuk
menyandang fungsi guna dalam kehidupan sehari-hari untuk bahan pakaian.[7]
Sehubungan dengan hal tersebut maka seni kerajinan
yang diciptakan manusia difungsikan untuk kebutuhan hidup dari masyarakat
terutama kerajinan sulaman bayangan dan aplikasi yang dijahitkan pada kain
untuk peralatan ibadah dan untuk bahan pakaian. Lebih lanjut Soedarso SP menjelaskan seni kriya berorientasi pada keindahan
atau memiliki fungsi dekoratif, teknik pembuatannya sangat canggih dan
ditekankan pada buatan tangan dalam bahasa Inggris disebut “crafts” atau “handicrafts”
untuk penunjang terhadap kebutuhan sehari-hari manusia, bentuknya indah dan
menarik.[8]
Sejalan pernyataan di atas bahwa
seni kerajinan sulaman juga berorientasi pada keindahan dan motif yang
disulamkan pada kain menjadi memiliki nilai dekoratif dan disulam dengan
tangan, sehingga menghasilkan seni
kriya yang disebut seni “handicrafts”. Masyarakatnya menyulam dengan penuh
kreatifitas untuk menghasilkan seni
kerajinan sulam yang berfungsi guna dan berfungsi dekoratif.
Sehubungan dengan eksistensi
kerajinan dalam masyarakat Barung-Barung Belantai, David Kaplan dalam teori
budaya mengemukakan
pengalaman kolektif dalam kelompok masyarakat yang menjadi nilai utama bagi
masyarakat untuk terus melanjutkan budaya yang ada, baik sebagai makna nilai
budaya yang diwariskan secara turun temurun maupun sebagai materi ekonomis bagi
masyarakat secara universal untuk kebutuhan hidupnya.[9]
Kemudian Elizabeth dalam Harisman mengemukakan
secara tradisional kerajinan adalah merupakan hasil karya wanita, peluang
wanita mengerjakan kerajinan lebih banyak dari pria, kaum pria lebih terfokus
mengerjakan pekerjaan berat dan memerlukan tenaga ekstra untuk melakukan
pekerjaan.[10]
Untuk membahas keberadaan kerajinan sulaman di
tengah masyarakat Barung-Barung Belantai teori di atas dapat dipakai karena
keberadaan seni kerajinan tersebut terkait dengan nilai budaya pewarisnya
secara universal dan kolektif serta keberadaan seni kerajinan
sulaman ini peluang besar kaum perempuan untuk mengembangkannya. Secara turun
temurun keberadaannya diupayakan sebagai estafet ke generasi berikutnya serta
sebagai penopang kehidupan dari segi ekonomi masyarakat pedesaan.
Penciptaan seni kerajinan sulaman bayangan dan
aplikasi mengandung nilai estetik dan artistik dengan beraneka ragam motif yang
ada di alam sesuai dengan falsafah “alam
takambang jadi guru”. Keanekaragaman motif yang dipakai pada sulaman
bayangan maupun aplikasi merupakan gambaran ekspresi pribadi dan cerminan
kemampuan estetik dari perajinnya. Fenomena sosial yang terjadi di dalam
masyarakat yang berhubungan dengan pola tingkah laku, adat istiadat dan norma-norma
atau aturan-aturan yang diberlakukan dalam masyarakat menggambarkan sendi-sendi
kehidupan yang dijunjung tinggi oleh anggota masyarakat.
Penciptaan bentuk seni kerajinan sulaman di
tengah-tengah masyarakat terkait dengan ekspresi pribadi penciptanya sehingga
melahirkan jenis-jenis produk yang beraneka ragam yang diproses dengan tangan.
Soedarso SP menyimpulkan beberapa pendapat bahwa seni kerajinan adalah; 1)
sesuatu yang dibuat dengan tangan dengan kekriyaan yang tinggi, 2) umumnya
dibuat dengan sangat dekoratif secara visual sangat indah, dan 3) seringkali
merupakan barang berguna. Encyclopedia of
World Art menambahkan bahwa dalam pembuatan seni kerajinan menggunakan
alat, dengan syarat bahwa sepanjang proses pembuatan si pembuat harus
sepenuhnya dapat menguasai alat tersebut.[11]
Sehubungan dengan hal ini untuk memperoleh hasil yang
baik dalam pengerjaan sulaman, Soedarso SP menjelaskan bahwa seni kerajinan
harus terbuat dengan rapi dengan kekriyaan atau craftsmanship yang tinggi, dan mengindahkan tata cara teknis yang
benar, penentuan bahan dan teknik kerja yang sesuai dengan bentuk yang akan
dicapai, perhatian atas perwatakan dan sifat-sifat bahannya, serta penyelesaian
atau finishing secara penuh.[12]
Teori ini dipakai untuk membahas proses pembuatan
kerajinan sulaman untuk memperoleh hasil yang lebih baik dan estetis, dengan
memperhatikan langkah-langkah tersebut menjadikan produk sulaman lebih diminati
konsumen.
Sehubungan dengan pengaruh sosial masyarakat
Barung-Barung Belantai dalam menciptakan sulaman bayangan dan aplikasi akan dianalisis
berdasarkan teori Jean Duvignant yang menyatakan bahwa kebudayaan sangat
dipengaruhi oleh peran serta masyarakat pendukungnya.[13]
Dengan keberadaan kerajinan sulaman di tengah masyarakat pendukungnya serta
pengaruh terhadap kehidupan sosial budaya dan kehidupan ekonomi, tidak tertutup
kemungkinan menggunakan teori-teori lain sebagai teori bantu untuk menganalisis
penelitian ini.
G. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif yang menggunakan
pendekatan multi disiplin. Pendekatan utama dalam penelitian ini adalah
pendekatan estetika, pendekatan ini digunakan untuk mengkaji sulaman sebagai
suatu bentuk produk estetis kolektif dari masyarakat. Kemudian juga digunakan
pendekatan sosiologis antropologis untuk memahami perkembangan masyarakat
terhadap kerajinan yang dimilikinya. Teknik atau proses pengumpulan data
dilakukan melalui proses obsevasi dan wawancara dengan sejumlah pihak yang
berkompeten dengan permasalahan yang diteliti. Studi pustaka juga akan
dilakukan sebagai data sekunder yang akan mendukung analisis nantinya.
Sehubungan
dengan hal ini, R.M. Soedarsono mengatakan data kualitatif untuk penelitian
seni kerajinan bisa didapat dari sumber tertulis, sumber lisan, artefak,
peninggalan sejarah serta sumber-sumber rekaman.[14]
Untuk memperoleh data yang terkait dengan pembahasan ini, dapat digunakan
beberapa metode sebagai berikut:
1.
Populasi dan Sampel
Populasi
dalam penelitian ini adalah produk sulaman aplikasi dan bayangan Barung-Barung
Belantai. Sehubungan dengan itu tidak semua populasi dijadikan sampel
penelitian dan pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik “purposive sampling”. Sehubungan dengan
hal ini Hadari Nawawi menjelaskan bahwa pengambilan sampel disesuaikan dengan
kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian.[15]
2.
Pengumpulan Data
a. Studi
Pustaka
Studi
ini dilakukan untuk mendapatkan bahan-bahan yang berhubungan dengan objek
penelitian, baik berupa buku, artikel, tesis, majalah atau jurnal penelitian
dll. Studi ini diperlukan untuk mendapatkan informasi yang nantinya dapat digunakan
sebagai bandingan bahan analisis.
b. Observasi
Observasi
dilakukan meliputi pengamatan secara langsung di lokasi penelitian sehubungan
dengan segala aktivitas seni kerajinan sulaman, peralatan yang digunakan untuk
memproduksi sulaman, bahan untuk produk sulaman, motif yang diterapkan pada
produk sulaman. Untuk dokumentasi diperoleh data melalui visual pemotretan
dengan alat bantu kamera digital.
c. Wawancara
Wawancara
dilakukan untuk mendapatkan data yang tidak diperoleh melalui studi pustaka dan
observasi, maka dilakukan wawancara langsung dengan para perajin sulaman serta
tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap banyak mengetahui tentang keberadaan
aktivitas kerajinan sulaman dalam masyarakat Barung-Barung Belantai.
3.
Analisis Data
Analisis
data dilakukan untuk mencari dan menelaah catatan hasil studi pustaka,
observasi dan wawancara selama berlangsung kegiatan penelitian. Ada dua langkah
awal yang dilakukan dalam menganalisis data; pertama membuat kategorisasi
terhadap bahan atau data yang telah dikumpulkan. Data yang telah terkumpul
dianalisis sesuai dengan teori-teori yang dipakai untuk membedah permasalahan
penelitian. Kedua, data dianalisis baik secara tekstual maupun kontekstual
dimana selanjutnya ditarik kesimpulan dan ditulis dalam bentuk laporan karya
tulis dengan mendeskripsikan hasil penelitian secara keseluruhan.
[1]
Umar Kayam. Seni Tradisi dan Masyarakat. Sinar Harapan, Yogyakarta, 1981, p.5
[2]
Suwaji Bustami. 2003. Seni Kriya, Semarang, UNNES Press. P. 85
[3]
A.A. Navis. 1984. Alam Takambang Jadi Guru, Jakarta, Grafiti Press, p. 59
[4]
Risman Marah. 1987, Pola Kain Sulaman dan Kehidupan Perajinnya, Jakarta,
Depdikbud, p. 12
[5]
A.M. Yosef. 1983. Pengetahuan Ragam Hias Minangkabau, Padang, Depdikbud,
Sumbar, p. 17
[6]
Koentjaraningrat, 1989. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara, p. 196.
[7]
Soedarso SP. 2006. Trilogi Seni: Penciptaan Eksistensi dan Kegunaan Seni,
Yogyakarta: ISI Yogyakarta, p. 109-110.
[8]
Ibid, p.110-111
[9]
David Kaplan. 2003. Teori Budaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. P. 35
[10]
Harisman, dkk. 2002. Kebudayaan dan Prospek Kerajinan Anyaman Sungai Tutung
Kab. Kerinci, STSI Padangpanjang, p.24
[11]
Soedarso SP. 2006.Trilogi Seni: Penciptaan Eksistensi dan Kegunaan Seni,
Yogyakarta: ISI Yogyakarta, p. 107
[12]
Ibid, p. 109
[13]
Jean Duvignant, 1972, The Sociology of Arts, London, Granada, p. 80
[14]
R.M. Soedarsono, 1999. Metode Penelitian: Seni Pertunjukan dan Seni Rupa,
Bandung: MSPI, p. 194
[15]
Hadari Nawawi, 1983. Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta, Gajah Mada
University Press, p. 157
catt:
isi lengkap dapat melalui kontak email atau hubungi pusat data dan informasi LPPM ISI PADANGPANJANG
Ayurizal.S.Sn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar