FAHMI MARH, S. Sn
Publiser: Ayurizal. S.Sn
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Penelitian yang berjudul “Talempong Unggan: Transformasi Teks musik Tradisional ke Domain Penggarapan
Pentatonik Konvensional”, adalah kajian tentang perubahan musik tradisional,
yaitu musik Talempong Unggan keperspektif
penggarapan musik yang didasari teori-teori musik konvensional (Musik klasik
Barat). Dalam hal penggarapan musik etnis yang berdasarkan konsep yang ada pada
masyarakat pemilik Talempong Unggan.
Ranah musik Unggan dipilih sebagai materi baru untuk dipindahkan menjadi musik dalam wilayah penggarapan musik dengan
salah satu konsep musik konvensional yaitu, metode ‘penggarapan’ komposisi
skala pentatonik dalam ruang lingkup teori komposisi musikologi.
Dengan pengertian, bahwa
kreatifitas musik yang menggunakan idiom musikal tradisional dengan konsep
estetis yang menekankan pada aspek intuisi, lisan, ritual, dan transendental, dijadikan
sebagai idiom yang akan diwujudkan secara kreatif[1] ke
pemikiran yang inovatif. Hal tersebut merupakan kemajuan alternatif musik etnis
dengan metodologi atau prinsip-prinsip musikologi yang menggunakan budaya
literal dengan konsep estetis yang mengutamakan rasionalitas.[2]
Dapat
diartikan bahwa, musik tradisional Talempong
Unggan dijadikan sebagai kajian musik. Materi tersebut di ubah dengan
konteks pemikiran inovatif yang berlandaskan konsep perspektif penggarapan,
dalam hal pemindahan musik etnis yang direncanakan dengan menggunakan
metodologi[3] yaitu
perspektif penggarapan musikologi sebagai kemajuan alternatif musik
tradisional. Berkaitan dengan pernyataan tersebut, transformasi teks musik
tradisional Talempong Unggan keperspektif
‘penggarapan’ Musikologi diuraikan secara ringkas untuk memberikan gambaran
mengenai, Talempong Unggan, Transformasi
dan Perspektif Penggarapan Musikologi.
Talempong di Minangkabau memiliki keberagaman bentuk, ukuran,
jenis bahan, dan cara memainkan. Boestanoel Arifin Adam (1986) menjelaskan
bahwa talempong dapat dimainkan
dengan cara duduak (duduk) atau dipacik (dipegang). Khusus mengenai
permainan talempong dengan cara dipacik disebut dengan istilah Talempong pacik yang dimainkan oleh tiga
pemain dengan memakai teknik Interlocking.[4]
Selain teknik Interlocking yang sudah
sangat dikenal, ternyata di Minangkabau juga ada teknik permainan lain dari talempong yang dikenal dengan istilah rea (para-para),[5]atau
ancak dari genre Talempong
Unggan di desa Unggan kecamatan Sumpur Kudus, sebelumnya adalah kabupaten Sawah
Lunto Sijunjuang[6],
yang kini telah berubah menjadi kabupaten Sijunjuang dengan ibu kota kabupaten
Muaro Sijunjuang[7].
Talempong Unggan
dianggap memiliki ciri dan bentuk musikal yang merupakan bagian budaya lisan.[8]
Perubahan budaya musik talempong di Unggan terjadi secara alami. Ketika
masuk modernisasi[9],
kesadaran budaya lisan masih tetap ada, akan tetapi pelaksanaannya untuk
melestarikan Talempong Unggan keluar
dari daerah Unggan belum banyak
ditemukan, sehingga keunikan budaya hanya bertahan di daerah Unggan. Kenyataan demikian dikaitkan
dengan pengaruh adat-istiadat Unggan
dan hegemoni panghulu yang terlibat
langsung mengatur produk budayanya yaitu, musik Talempong Unggan.
Wacana seni
dapat diartikan, berbicara tentang berbagai paradigma atau perspektif
yang dimanfaatkan oleh para ahli untuk menganalisis, menafsirkan, memahami, dan
menjelaskan tentang fenomena seni salah satunya
musik.[10]Fenomena
musik tentang perubahan musik telah menjadi kajian musikologi semenjak awal di
Barat, hal ini dapat dilihat dalam tulisanpada buku-buku sejarah musik yang ditulis
oleh ilmuan musik dari Barat. Musikologi lahir sebagai upaya untuk memahami
substansi musik dan perubahan musik, diawali dari musik abad pertengahan ke
periode Renaissance, renaissance ke barok, barok ke klasik, klasik ke romantik,
dan romantik ke moderen.[11]
perubahan
periode musik tersebut berkaitan langsung dengan perubahan estetika musik
yaitu, unsur-unsur fundamental musik, tekstur musik, struktur bentuk musik,
sistem nada, melodi dan harmoni, orkestrasi, waktu dan dinamika, meter, media
musik, pesan musik, dan fungsi musik.[12]
Adapun
prubahan tersebut disebabkan oleh perkembangan intelektual dalam menjelajahi
musik dengan cara menganalisis, menafsirkan, dan memahami sehingga melahirkan
pemikiran baru untuk menjelaskan kembali tentang perubahan musik dari wariasan
masa lampau. Perubahan seperti itu dianalogikan dengan perubahan sebagai
kemajuan alternatif. Kemudian, terjadinya perubahan musik juga disebabkan oleh
pemain musik disaat memainkan musik untuk pendengar musiknya. Perubahan
tersebut adalah perubahan mikro, perubahan musi kterjadi karena pola interaksi
musik atau hubungan timbal-balik musisi dan audiens, dengan melihat reaksi
musikal musisi dan pendengar musik terhadap kesan musik yang diinterpretasikan
dan dilahirkan pemain musik berdasarkan ide dan gagasan setiap repertoar musik.
sedangkan perubahan makro disebabkan oleh masyarakat industri Musik.
Kebutuhan
untuk memahami perubahan musik yang terus-menerus dari pandangan sejarah ini di
implementasikan untuk mengkaji musik dengan cara menganalisis, menafsirkan, dan
memahami salah satu alternatif perubahan musik yang terjadi pada salah satu
musik etnis Minangkabau di Sumatera Barat yang terdapat di daerah Unggan, kabupaten Sawah Lunto Sijunjuang
yang telah dimekarkan menjadi kabupaten Sijunjuang. Musik etnis tersebut adalah
jenis musik perunggu Minangkabau yang dikenal masyarakat pada umumnya di
Sumatera Barat dengan istilah Talempong
Unggan, sedangkan perubahan musik yang dimaksud adalah perubahan yang
terjadi pada musik tradisional Talempong Unggan
yang terkait dengan musikal etnis atau hal-hal yang berhubungan dengan musik
dalam ruang lingkup musik dengan perspektif penggarapan musikologi, seperti
unsur-unsur fundamental musik, ide musik, bentuk musik, melodi dan harmoni,
sistem nada, dan instrumentasi yang menyangkut transformasi musik etnis menjadi
komposisi musik baru dalam perspektif penggarapan musikologi.
Oleh
karena Talempong Unggan adalah salah
satu produk budaya musik etnis Minangkabau, maka kajian didukung dengan
pendekatan ilmu lain selain musikologi, yaitu studi tentang seni musik sebagai cabang khusus
dalam kerangka kebudaayaan yang disebut etnomusikologi.[13]Adapun
etnomusikologi adalah bidang ilmu yang mengkaji musik-musik etnik dunia dengan
penggabungan dua disiplin ilmu, yaitu musikologi dan antropologi.[14]Musik
pada dasarnya dapat dipilah menjadi beberapa macam modus sehubungan dengan
kriteria peraturan dan standar yang dipergunakan oleh masyarakat pelakunya.
Sesuai dengan defenisi kebudayaan modern oleh A. L. Kroeber dan Clyde
Kluckhohn: Kebudayaan adalah perangkat peraturan dan standar yang apabila
dipenuhi oleh para anggota masyarakat, menghasilkan perilaku yang dianggap layak
dan dapat diterima oleh para anggotanya.[15]
Melihat
perubahan musikal etnis dengan perspektif
penggarapan musikologi dan etnnomusikologi maka digunakan pemikiran
dasar untuk menganalisis, menafsirkan dan memahami perubahan musikal etnis Talempong Unggan. Terutama pada latar
belakang dan musikal etnis Talempong Unggan
sebagai dasar kajian untuk melihat keaslian musikal Talempong Unggan, kemudian teori musikologi, khususnya perspektif
penggarapan komposisi musik sebagai metodologi perubahan dari keaslian musikal Talempong Unggan.
Pengamatan
sementara dari pemikiran logis masyarakat Unggan
tentunya mereka mempunyai ide dan gagasan sendiri mengenai perubahan musikal
etnis mereka, semenjak musik itu ada ditengah masyarakat Unggan. Ide dan gagasan musikal asli tersebut diwujudkan ke dalam
musik yang mereka gunakan berdasarkan ketentuan bermusik yang menggunakan
budaya lisan[16]
untuk membuat dan mempresentasikan unsur-unsur musik, tekstur musik, bentuk
musik dan fungsi musik Talempong Unggan.
Kemudian
hal-hal yang berkaitan dengan musik Talempong
Unggan ditransformasikan ke perspektif penggrapan Musikologi. adapun
tranformasi adalah nomina, yaitu kata benda yang berarti perubahan rupa atau
wujud pada bentuk musik, sifat musik dan fungsi musik, sedangkan menurut linguistik,
transformasi adalah perubahan struktur gramatikal atau tata bahasa musik Talempong Unggan menjadi struktur tata
bahasa dalam perspektif penggarapan musikologi dengan menambah, mengurangi,
atau menata kembali unsur-unsur musik yang sudah ada pada ensambel Talempong Unggan.[17]
Unsur-unsur musik Talempong Unggan berpidah
tempat dari kebiasan tradisional dalam masyarakat Unggan kedalam biasaan musik kenvensional dengan perspektif
pengarapan musikologi.
Sedangkan
perspektif Penggarapan musikologi adalah, sudut pandang cara mentransformasikan
musik etnis dengan mengolah kembali material musikal Talempong Unggan dalam wilayah garapan komposisi musik pentatonik
dengan ilmu musik klasik barat. Dapat diartikan sebagai kemajuan alternatif
atau pengembangan alternatif musik etnis Talempong
Unggan dengan penjelajahan intelektual musik dalam ruang lingkup
transformasi musikal ke perspektif penggarapan ilmu musik. Transformasi musikal
etnis ke perspektif pengarapan musikologi dirumuskan dalam rumusan masalah.
B. Rumusan Masalah
Masalah
pertama bahwa, musik tradisional Talempong
Unggan memiliki keunikan aspek musikal dan belum ditemukan pengembangan
musikal etnis Talempong Unggan dalam
bentuk tulisan penelitian sebagai kemajuan alternatif dalam kajian dari
perspektif penggarapan musikologi
Masalah
kedua bahwa, Sistem lima nada Talempong Unggan dapat dikatakan pentatonik, oleh karena lima
ton tanpa semi tone ton, dan sistem yang digunakan dalam musik Talempong Unggan berbeda dengan ton dan
sistem nada yang ada pada skala diatonis dan pentatonik lain. Talempong Unggan memiliki lima nada
dengan ton sendiri yang dapat dikatakan pentatonik.
Masalah
yang ketiga bahwa, Musik Talempong Unggan
masih asing bagi masyarakat diluar Unggan, karena kesatuan musiknya tidak
memiliki disain dramatik musik. Musik Talempong
Unggan menggunakan bentuk musik yang berulang-ulang terus menerus yang
melahirkan musik monoton.
Masalah
keempat bahwa, musik Talempong Unggan
sulit berkembang keluar dari daerah Unggan.
Musik tradisional Talempong Unggan
adalah musik yang terikat oleh ketentuan adat masyarakat Unggan, karena musik Talempong
Unggan hanya boleh dimainkan dalam pertunjukan atas seizin datuak atau pemimpin suku-suku yang ada
dalam struktur masyarakat Unggan. Karena
musik Talempong Unggan hanya untuk musik kebesaran ketika
pengangkatan Panghulu, kematian Panghulu, dan sebagai musik hiburan
untuk masyarakat Unggan. Disebabkan
oleh keterikatan musik dengan ketentuan adat
Ditinjau
dari perspektif musikologi, Talempong Unggan dianggap memiliki
karakteristik yang berbeda dengan musik talempong lain yang ada di daerah
Minangkabau. Adapun perbedaan karakteristik musik Talempong Unggan terletak pada aspek musikal. Permasalahan tersebut
di atas dirumuskan menjadi pertanyaan:
1.
Bagaimanakah cara
mewujudkan keunikan musikal Talempong Unggan
kedalam kajian Transformasi musikal etnis ke perspektif penggarapan
Musikologi?
2.
Alternatif metode yang mana yang akan
digunakan ketika menjadikan lima nada Talempong
Unggan dapat dikatakan pentatonik sebagai material penggarapan dalam
wilayah musikologi?
3.
Bagaimana cara
mengolah musik yang tidak memiliki disain dramatik musik menjadi musik yang
memiliki disain dramatik musik dan bisa dinikmati bagi masyarakat diluar
Unggan?
4.
Apakah alternatif Struktur dan bentuk musik
yang digunakan untuk memindahkan musikal Talempong
Unggan ke perspektif menggarap musik?
5.
Bagaiamana prospek
material musikal Talempong Unggan dalam
perspektif penggarapan skala pentatonik?
C.
Tujuan
dan Kegunaan Penelitian
Tujuan
penelitian Talempong Unggan:
Transformasi teks musik Tradisional ke
perspektif penggarapan pentatonik konvensional:
Pertama,
mengumpulkan informasi tentang latar belakang Talempong unggan yang berkaitan dengan musikal masyarakat Unggan.
Kedua,
mencari data pokok tentang musikal Talempong
Unggan yang berupa musikal asli Talempong
Unggan untuk ditransformasikan dengan menggunakan teori musikologi sebagai
material garapan dalam skala pentatonik dibawah payung musikologi.
Ketiga,
memilih salah satu repertoar Talempong Unggan
sebagai material garapan, kemudian memformulasikannya dengan menggunakan
salah satu sub teori musik, ilmu musik klasik barat, skala pentatonik.
Keempat,
mentransformasikan musikal Talempong
Unggan yang tidak memiliki disain dramtik musik ke perspektif penggarapan
musik berdasarkan ketentuan penggarapan skala pentatonik, harmoni, didalam
struktur bentuk yang memiliki disain dramatik musik, dengan tetap
mempertahankan kesan etnis Talempong Unggan.
Kelima
sebagai publikasi musik etnis Talempong Unggan
melalui perspektif pengarapan musikologi.
Hasil
penelitian Talempong Unggan: Transformasi
musikal ke perspektif penggarapan pentatonik dapat digunakan sebagai berikut.
Pertama,
supaya seluruh data dan informasi yang berkembang dimasyarakat dalam bentuk
kajian musikologi tentang musikal Talempong
Unggan lebih aktual, sahih dan komprehensif.
Kedua,
memperkaya dengan melestarikan budaya nasional dari sub etnis Minangkabau Talempong Unggan dengan metode musikologi,
supaya dapat dikenal luas.
Ketiga,
hasil penelitian dan penggarapan dalam kajian tesis dari idiom musik tradisional dengan disiplin musikologi, dapat
menjadi sumbangan yang bermanfaat bagi jurusan musik, fakultas seni pertunjukan
ISI Padangpanjang khususnya minat komposisi musik dijurusan musik ISI
Padangpanjang, dalam hal penambahan referensi baru tentang transformasi musik
etnis ke perspektif Penggarapan dengan disiplin musikologi.
D. Tinjauan Pustaka
Kepustakaan
yang membahas tentang Talempong Unggan
sangat terbatas, kebanyakan hanya berupa laporan penelitian, skripsi dan,
laporan karya seni tentang Talempong Unggan.
Kepustakaan tentang penggarapan “Skala pentatonik” dapat ditemukan pada buku
yang telah diterbitkan seperti, sejarah musik, Harmoni, dan analisis musik
karya komposer yang menggunakan skala pentatonik.
Tulisan
Talempong Unggan yang digunakan
sebagai referensi sekaligus sebagai pendukung data dari hasil penelitian.
Laporan
penelitian Ichlas Syarief dkk tentang Talempong
Unggan Studi deskriptif dan interpretatif di tahun 1993. Laporan ini sangat
bermanfaat sebagai perbandingan ukuran nada Talempong
Unggan dengan laporan penelitian yang dilakukan peneliti pada tahun yang
berbeda. Laporan Ichlas Syarief dkk, menguraikan tentang tangga nada, repertoar
Talempong Unggan beserta guna dan
fungsi menurut adat.
Skipsi
Erianto menulis tentang “Talempong Unggan
Musik Tradisi di Desa Unggan Minangkabau” di tulis sebagai tugas akhir jurusan
karawitan di STSI Bandung pada tahun 1998. Tulisan Erianto menguraikan tentang
frekwensi nada Talempong Unggan.
Laporan
penelitian Zahara kamal tentang Talempong
Unggan di Desa Unggan Kecamatan sumpur Kudus Sawah Lunto Sijunjung, kajian
musikologis pada tahun 2000.
Judul
karya apa? I Nyoman Supenida dan Diana Fatmawati adalah contoh karya yang
menggunakan disiplin etnomusikologi.
Buku
dengan disiplin Musikologi yang membicarakan tentang skala pentatonik untuk
metodologi penggarapan material nada talempong unggan sebagai berikut.
Buku
yang ditulis oleh Vincent Persicheti dengan judul Harmony Twentieth Century, creative
aspects and practice. Buku ini diterbitkan oleh W.W. Norton & Company.
INC. Di New York. Bahasan pentatonik dalam buku ini dijadikan sebagai metode
untuk menggarap nada Talempong Unggan.
Buku
Hugh M. Miller edisi ke tiga tentang Music Of History yang diterbitkan Barnes&Noble INC, NY. Tahun 1960.Tulisan yang diambil dalam buku ini adalah
Specific Aspects of style tentang New
scale Systems.
Buku
Thomas Benjamin yang berjudul MusicforAnalisis,
edisiketiga Exsamples from the common
Practice Period and the twentieth Century.
Diterbitkan Wadsworth Publishing Company Belmont, California A Division of Wadsworth, INC. Tahun 1992. Buku ini
digunakan sebagai acuan contoh karya komposer yang menggunakan skala
pentatonik, seperti Bartok, Debussy,dan Rimsky Korsakov, Roussel.
Buku
Inung K. Ari sasangka, Kamus Skala Melodi,
koleksi 1620 skala dari seluruh dunia, termasuk didalamnya mengenai pentatonik.
E. Kerangka Teoritis
Penelitian
dan penggarapan dalam tesis ini menggunakan disiplin Musikologi.
Penelitian
musik etnis Talempong Unggan dalam
hal ini latar belakang dan musikal musik
tradisional Talempong Unggan sebagai
sub etnis Minangkabau, digarap dengan menggunakan perspektif penggarapan musikologi.
Musikal ditransformasikan dari ketentuan adat ke konteks komposisi musik sebagai
kemajuan alternatif dari hasil kreatifitas indivdual.
Teori
Budaya,Seni adalah produk budaya, jenis perilaku manusia
yang khusus: penggunaan imajinasi secara kreatif manusia untuk menerangkan,
memahami, dan menikmati hidup. kemudian seni juga mencerminkan nilai-nilai
kebudayaan dan perhatian rakyat. Apabila dikaitkan dengan wacana seni musik
dalam perilaku budaya, dapat diartikan sebagai berbicara tentang berbagai
paradigma atau perspektif yang dimanfaatkan oleh ahli untuk menafsirkan,
memahami, dan menjelaskan tentang fenomena seni salah satunya musik.
Teori
kreatifitas Cziksenmihalyi: “kreatifitas lahir bukan karena kefakuman tapi
karena proses”, dalam buku Handbook of creatvity
karangan Robert J. Sternberg. Ranah budaya musik tradisional Talempong Unggan yang telah berubah atau
ditransformasi ke prspektif penggarapan musikologi, “berproses melalui
transmisi informasi ke setiap individu, kemudian menjadi stimulasi orisinalitas
ditujukan kepada masyarakat, terjadi seleksi orisinalitas, tahapan akhir
kembali keranah budaya atau orisinalitas tinggi”.
Teori
transformasi Laplace: Pierre-Simon Laplace adalah “suatu teknik untuk menyederhanakan permasalahan dalam suatu sistem
yang mengandung masukan dan keluaran, dengan melakukan transformasi dari suatu
domain pengamatan ke domain pengamatan yang lain”. Artinya, material musik Talempong Unggan dapat dimodifikasi atau
disusun kembali keperspektif penggarapan musikologi dengan menambah atau
mengurang unsur-unsur musik Talempong Unggan.
Teori
pentatonik Vincent versicheti, “untuk mencegah kesan harmoni yang monoton maka
harus menggunakan nada ornament, pedal
point, tregoet modalt interchange atau modulasi ke pentatonik yang lain.
Melodi pentatonik sering dengan khord yang asing. Mengkombinasikan tangga nada
pentatonik dengan tipe yang lain pada senter yang sama atau berbeda”. Teori
tersebut digunakan sebagai cara untuk mengembangkan lima nada Talempong Unggan untuk membuat disai
dramatik musik
F. Metode Penelitian
Pengkajian
komposisi yang berjudul “Talempong Unggan:
Transformasi Musikal Etnis ke perspektif Musikologi” menggunakan metode
penelitian kualitatif, menggunakan sumber data sumber tertulis berupa buku dan
karya seni, kemudian data sumber audio melalui audio visual dari hasil
penelitian yang telah dilakukan peneliti sebelumnya dan yang dilakukan dengan
melalui penelitian langsung. Sedangkan perspektif yang digunakan dalam
penelitian adalah gabungan Sejarah, etnomusikologi, musikologi, dan cabang ilmu
lain yang dapat memperkuat sebagai referensi penulisan. Untuk menghasilkan
suatu penulisan ilmiah yang objektif, maka diperlukan suatu metode yang
sistematis dalam pembahasan objek penelitian dan menyusunya dalam bentuk
tulisan ilmiah. Teknik pengumpulan data harus disesuaikan dengan sifat
penelitian yang digunakan, yaitu penelitian kualitatif. Menurut Bodgan dan
Tylor, “Metodologi Kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati.[18]
Menurut
C. Nelson et al:
Qualitative
research is an interdisciplinary, transdisciplinary, and sometimes
counterdisciplinary field. It crosscuts the humanities and the social and
physical sciences.[19]
Adapun
paradigma yang digunakan sebagai landasan pengembangan metodologi penelitian
kualitatif adalah 1) Pospositivis, bahwa realita disikapi sebagai fakta yang
bersifat ganda, memiliki hubungan secara asosiatif, serta harus dipahami secara
alamiah, kontekstual dan holistik. 2)Realitas disikapi sebagai gejala yang
sifatnya tidak tetap, dan memiliki pertalian hubungan dengan masa lalu, sekarang dan yang akan datang.
3)Posmodernis, penelitian ditentukan berdasarkan garis hubungan
presensi/teks/realitas, konstruksi/dekonstruki danpemahaman.[20]
Penelitian
Talempong Unggan menggunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut: (1)Penelitian kepustakaan, untuk memperoleh
landasan teori untuk penggarapan material. Studi pustaka juga meliputi
pengumpulan data tentang musikalTalempong
Unggan, Gambar dan notasi musik. (2)Melakukan observasi terhadap objek
yaitu nada talempong yang dijadikan objek material penggarapan, melalui rekaman
audio visual untuk analisis data dan dokumentasi. (3)Menggunakan metode
komparasi untuk menentukan ciri yang fundamental terhadap perbedaan frekuensi
nada Talempong Unggan dengan
frekuensi nada diatonis. (4)Menggunakan metode wawancara dengan narasumber yang
berkaitan dengan kajian tesis ini. (5)Eksperimen material dalam studio dengan
teori yang digunakan. Eksperimen telah dilakukan ketika memproses komposisi
untuk tugas akhir strata satu (sarjana).
G. Sistematika Penulisan
Penulisan
tesis “Talempong Unggan: Transformasi
Teks Musik Tradisional ke Perspektif Penggarapan Pentatonik ” menggambarkan urutan penulisan tesis dengan:
BAB
I merupakan pendahuluan yang diklasifikasikan dengan latar belakang, tujuan dan
kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritis, metode penelitian,
dan sitematika penulisan.
BAB
II membahas Talempong Ungggan: Cikal
Bakal Sejarah Musik Didasari Cerita Rakyat: Periode Dongson 2500-1500 SM, periode
Adityawarman1347-1375, riwayat Unggan,
talempong didaerah Unggan.
BAB
III mambahas material musik Talempong Unggan
sebagai dasar transformasi musikal: Instrumen musik Talempong Unggan, unsur-unsur musik Talempong Unggan, sistem nada
Talempong Unggan, bentuk musik Talempong
Unggan, dan tekstur musik Talempong Unggan.
BAB
IV merupakan kesimpulan, saran dari temuan-temuan penelitian dan hasil
pengolahan data penelitian.
[1] Teori kreatifitas Mihalyi
Csikszenmihalyi, “kreatifitas lahir bukan karna kefakuman tapi karena proses”,
dalam Robert J. Sterndberg, Handbook of Creativity.(USA: CAMBRIDGE
University Press, 1999),3
[2] Agus Sachari,
Estetika, Makna, Simbol dan Daya,
(Bandung, ITB, 2002), 9
[3] Jacob Sumarjo, FilsafatSeni, (Bandung: ITB, 2000), 88
[4]
Boestanoel Arifin Adam, 1986. “ Talempong Musik Tradisi Minangkabau” Laporan Penelitian. Padangpanjang ;
ASKI. p.p 29-30.
Dalam makalah Nadia Fauzi, “Dialektika Tungku Tigo Sajarangan dan Tali Tigo
Sapilin dalam Konsep Talempong Basaua”.
[5] Mahdi Bahar, Musik Perunggu Nusantara Perkembangan
Budayanya DI Minangkabau, (Bandung: Sunan Abu STSI Press Bandung, 2009),
117
[6]Erianto,“Talempong Unggan
Musik Tradisi di Desa Unggan Minangkabau”, (Bandung: Skripsi STSI 1998)
[7] Wawancara dengan
Erianto tanggal 3 oktober 2010
[8] Dieter Mack, SejarahMusikJilid4, (yogyakarata: Pusat
Musik Liturgi)
[9] KBBI 2005,“Modernisasi
adalah proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai masyarakat untuk dapat
hidup seesuai dengan tuntutan masa kini”.
[10] Heddy Shri Ahimsa-Putra,
Ketika Orang Jawa Nyeni (ed), (yogyakarta: Galang press, 2000), 399
[11] Hugh M. Miller,HistoryOfMusic, ( USA: Barnes and Noble,
1960), xii-xiii
[12] Perubahan tersebut
dapat dilihat dalam tulisan Sejarah musik, Hugh M. Miller, Dieter Mack
[13] William A. Haviland, alih
bahasa R. G. Seokadijo jilid 2, 234
[14] Etnomusikologi adalah
gabungan disiplin ilmu, musik dan antropologi
[15] William A. Haviland, alih
bahasa R. G. Seokadijo jilid 1, 333
[16] Dieter Mack, SejarahMusikjilid4, (Yogyakarta: Pusat
Musik Liturgi, 2009),506
[17] Kamus Besar Bhasa
Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Balai Pustaka, 2005)1209
[18] Lexy J. Moleong, MetodologiPenelitianKualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2001), 3
[19] C. Nelson. P. A.
Treichler, dan L. Grossberg, Cultural Studies
(New York: Routledge, 1992), 4 dalam Norman K. Denzin, dan Yvonna S. Lincoln,
eds. Handbook of qulitative risearch
(Thousand Oaks, London, New Delhi: SAGE Publication Inc., 1994), 3-4 dalam
Victor Ganap, “Keroncong Toegoe:
Sejarah kehadiran Komunitas Dan Musiknya, Dikampung Tugue cilincing, Jakarta
Timur”, (Yogyakarta: Disertasi UGM, 2006), 47
[20]Maryaeni, Metode Penelitian Kebuayaan, (Jakarta:
PT Bumi Aksara, 2005), 6-9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar