Selasa, 06 Desember 2011

FAHMI MARH, S. Sn


FAHMI MARH, S. Sn
Publiser: Ayurizal. S.Sn
BAB I
    Pendahuluan

A. Latar Belakang
Penelitian yang berjudul “Talempong Unggan: Transformasi  Teks musik Tradisional ke Domain Penggarapan Pentatonik Konvensional”, adalah kajian tentang perubahan musik tradisional, yaitu musik Talempong Unggan keperspektif penggarapan musik yang didasari teori-teori musik konvensional (Musik klasik Barat). Dalam hal penggarapan musik etnis yang berdasarkan konsep yang ada pada masyarakat pemilik Talempong Unggan. Ranah musik Unggan dipilih sebagai materi baru untuk dipindahkan menjadi  musik dalam wilayah penggarapan musik dengan salah satu konsep musik konvensional yaitu, metode ‘penggarapan’ komposisi skala pentatonik dalam ruang lingkup teori komposisi musikologi.
Dengan pengertian, bahwa kreatifitas musik yang menggunakan idiom musikal tradisional dengan konsep estetis yang menekankan pada aspek intuisi, lisan, ritual, dan transendental, dijadikan sebagai idiom yang akan diwujudkan secara kreatif[1] ke pemikiran yang inovatif. Hal tersebut merupakan kemajuan alternatif musik etnis dengan metodologi atau prinsip-prinsip musikologi yang menggunakan budaya literal dengan konsep estetis yang mengutamakan rasionalitas.[2]
Dapat diartikan bahwa, musik tradisional Talempong Unggan dijadikan sebagai kajian musik. Materi tersebut di ubah dengan konteks pemikiran inovatif yang berlandaskan konsep perspektif penggarapan, dalam hal pemindahan musik etnis yang direncanakan dengan menggunakan metodologi[3] yaitu perspektif penggarapan musikologi sebagai kemajuan alternatif musik tradisional. Berkaitan dengan pernyataan tersebut, transformasi teks musik tradisional Talempong Unggan keperspektif ‘penggarapan’ Musikologi diuraikan secara ringkas untuk memberikan gambaran mengenai, Talempong Unggan, Transformasi dan Perspektif Penggarapan Musikologi.
Talempong di Minangkabau memiliki keberagaman bentuk, ukuran, jenis bahan, dan cara memainkan. Boestanoel Arifin Adam (1986) menjelaskan bahwa talempong dapat dimainkan dengan cara duduak (duduk) atau dipacik (dipegang). Khusus mengenai permainan talempong dengan cara dipacik disebut dengan istilah Talempong pacik yang dimainkan oleh tiga pemain dengan memakai teknik Interlocking.[4] Selain teknik Interlocking yang sudah sangat dikenal, ternyata di Minangkabau juga ada teknik permainan lain dari talempong yang dikenal dengan istilah rea (para-para),[5]atau  ancak dari genre Talempong Unggan di desa Unggan kecamatan Sumpur Kudus, sebelumnya adalah kabupaten Sawah Lunto Sijunjuang[6], yang kini telah berubah menjadi kabupaten Sijunjuang dengan ibu kota kabupaten Muaro Sijunjuang[7].
Talempong Unggan dianggap memiliki ciri dan bentuk musikal yang merupakan bagian budaya lisan.[8] Perubahan budaya musik talempong di Unggan terjadi secara alami. Ketika masuk modernisasi[9], kesadaran budaya lisan masih tetap ada, akan tetapi pelaksanaannya untuk melestarikan Talempong Unggan keluar dari daerah Unggan belum banyak ditemukan, sehingga keunikan budaya hanya bertahan di daerah Unggan. Kenyataan demikian dikaitkan dengan pengaruh adat-istiadat Unggan dan hegemoni panghulu yang terlibat langsung mengatur produk budayanya yaitu, musik Talempong Unggan.
Wacana seni  dapat diartikan, berbicara tentang berbagai paradigma atau perspektif yang dimanfaatkan oleh para ahli untuk menganalisis, menafsirkan, memahami, dan menjelaskan tentang fenomena seni salah satunya  musik.[10]Fenomena musik tentang perubahan musik telah menjadi kajian musikologi semenjak awal di Barat, hal ini dapat dilihat dalam tulisanpada buku-buku sejarah musik yang ditulis oleh ilmuan musik dari Barat. Musikologi lahir sebagai upaya untuk memahami substansi musik dan perubahan musik, diawali dari musik abad pertengahan ke periode Renaissance, renaissance ke barok, barok ke klasik, klasik ke romantik, dan romantik ke moderen.[11]
perubahan periode musik tersebut berkaitan langsung dengan perubahan estetika musik yaitu, unsur-unsur fundamental musik, tekstur musik, struktur bentuk musik, sistem nada, melodi dan harmoni, orkestrasi, waktu dan dinamika, meter, media musik, pesan musik, dan fungsi musik.[12]
Adapun prubahan tersebut disebabkan oleh perkembangan intelektual dalam menjelajahi musik dengan cara menganalisis, menafsirkan, dan memahami sehingga melahirkan pemikiran baru untuk menjelaskan kembali tentang perubahan musik dari wariasan masa lampau. Perubahan seperti itu dianalogikan dengan perubahan sebagai kemajuan alternatif. Kemudian, terjadinya perubahan musik juga disebabkan oleh pemain musik disaat memainkan musik untuk pendengar musiknya. Perubahan tersebut adalah perubahan mikro, perubahan musi kterjadi karena pola interaksi musik atau hubungan timbal-balik musisi dan audiens, dengan melihat reaksi musikal musisi dan pendengar musik terhadap kesan musik yang diinterpretasikan dan dilahirkan pemain musik berdasarkan ide dan gagasan setiap repertoar musik. sedangkan perubahan makro disebabkan oleh masyarakat industri Musik.
Kebutuhan untuk memahami perubahan musik yang terus-menerus dari pandangan sejarah ini di implementasikan untuk mengkaji musik dengan cara menganalisis, menafsirkan, dan memahami salah satu alternatif perubahan musik yang terjadi pada salah satu musik etnis Minangkabau di Sumatera Barat yang terdapat di daerah Unggan, kabupaten Sawah Lunto Sijunjuang yang telah dimekarkan menjadi kabupaten Sijunjuang. Musik etnis tersebut adalah jenis musik perunggu Minangkabau yang dikenal masyarakat pada umumnya di Sumatera Barat dengan istilah Talempong Unggan, sedangkan perubahan musik yang dimaksud adalah perubahan yang terjadi pada musik tradisional Talempong Unggan yang terkait dengan musikal etnis atau hal-hal yang berhubungan dengan musik dalam ruang lingkup musik dengan perspektif penggarapan musikologi, seperti unsur-unsur fundamental musik, ide musik, bentuk musik, melodi dan harmoni, sistem nada, dan instrumentasi yang menyangkut transformasi musik etnis menjadi komposisi musik baru dalam perspektif penggarapan musikologi.
Oleh karena Talempong Unggan adalah salah satu produk budaya musik etnis Minangkabau, maka kajian didukung dengan pendekatan ilmu lain selain musikologi, yaitu studi tentang seni musik sebagai cabang khusus dalam kerangka kebudaayaan yang disebut etnomusikologi.[13]Adapun etnomusikologi adalah bidang ilmu yang mengkaji musik-musik etnik dunia dengan penggabungan dua disiplin ilmu, yaitu musikologi dan antropologi.[14]Musik pada dasarnya dapat dipilah menjadi beberapa macam modus sehubungan dengan kriteria peraturan dan standar yang dipergunakan oleh masyarakat pelakunya. Sesuai dengan defenisi kebudayaan modern oleh A. L. Kroeber dan Clyde Kluckhohn: Kebudayaan adalah perangkat peraturan dan standar yang apabila dipenuhi oleh para anggota masyarakat, menghasilkan perilaku yang dianggap layak dan dapat diterima oleh para anggotanya.[15]
Melihat perubahan musikal etnis dengan perspektif  penggarapan musikologi dan etnnomusikologi maka digunakan pemikiran dasar untuk menganalisis, menafsirkan dan memahami perubahan musikal etnis Talempong Unggan. Terutama pada latar belakang dan musikal etnis Talempong Unggan sebagai dasar kajian untuk melihat keaslian musikal Talempong Unggan, kemudian teori musikologi, khususnya perspektif penggarapan komposisi musik sebagai metodologi perubahan  dari keaslian musikal Talempong Unggan.
Pengamatan sementara dari pemikiran logis masyarakat Unggan tentunya mereka mempunyai ide dan gagasan sendiri mengenai perubahan musikal etnis mereka, semenjak musik itu ada ditengah masyarakat Unggan. Ide dan gagasan musikal asli tersebut diwujudkan ke dalam musik yang mereka gunakan berdasarkan ketentuan bermusik yang menggunakan budaya lisan[16] untuk membuat dan mempresentasikan unsur-unsur musik, tekstur musik, bentuk musik dan fungsi musik Talempong Unggan.
Kemudian hal-hal yang berkaitan dengan musik Talempong Unggan ditransformasikan ke perspektif penggrapan Musikologi. adapun tranformasi adalah nomina, yaitu kata benda yang berarti perubahan rupa atau wujud pada bentuk musik, sifat musik dan fungsi musik, sedangkan menurut linguistik, transformasi adalah perubahan struktur gramatikal atau tata bahasa musik Talempong Unggan menjadi struktur tata bahasa dalam perspektif penggarapan musikologi dengan menambah, mengurangi, atau menata kembali unsur-unsur musik yang sudah ada pada ensambel Talempong Unggan.[17] Unsur-unsur musik Talempong Unggan berpidah tempat dari kebiasan tradisional dalam masyarakat Unggan kedalam biasaan musik kenvensional dengan perspektif pengarapan musikologi.
Sedangkan perspektif Penggarapan musikologi adalah, sudut pandang cara mentransformasikan musik etnis dengan mengolah kembali material musikal Talempong Unggan dalam wilayah garapan komposisi musik pentatonik dengan ilmu musik klasik barat. Dapat diartikan sebagai kemajuan alternatif atau pengembangan alternatif musik etnis Talempong Unggan dengan penjelajahan intelektual musik dalam ruang lingkup transformasi musikal ke perspektif penggarapan ilmu musik. Transformasi musikal etnis ke perspektif pengarapan musikologi dirumuskan dalam rumusan masalah.

B. Rumusan Masalah
Masalah pertama bahwa, musik tradisional Talempong Unggan memiliki keunikan aspek musikal dan belum ditemukan pengembangan musikal etnis Talempong Unggan dalam bentuk tulisan penelitian sebagai kemajuan alternatif dalam kajian dari perspektif penggarapan musikologi
Masalah kedua bahwa, Sistem lima nada Talempong Unggan  dapat dikatakan pentatonik, oleh karena lima ton tanpa semi tone ton, dan sistem yang digunakan dalam musik Talempong Unggan berbeda dengan ton dan sistem nada yang ada pada skala diatonis dan pentatonik lain. Talempong Unggan memiliki lima nada dengan ton sendiri yang dapat dikatakan pentatonik.
Masalah yang ketiga bahwa, Musik Talempong Unggan masih asing bagi masyarakat diluar Unggan, karena kesatuan musiknya tidak memiliki disain dramatik musik. Musik Talempong Unggan menggunakan bentuk musik yang berulang-ulang terus menerus yang melahirkan musik monoton.
Masalah keempat bahwa, musik Talempong Unggan sulit berkembang keluar dari daerah Unggan. Musik tradisional Talempong Unggan adalah musik yang terikat oleh ketentuan adat masyarakat Unggan, karena musik Talempong Unggan hanya boleh dimainkan dalam pertunjukan atas seizin datuak atau pemimpin suku-suku yang ada dalam struktur masyarakat Unggan. Karena musik Talempong Unggan hanya untuk musik kebesaran ketika pengangkatan Panghulu, kematian Panghulu, dan sebagai musik hiburan untuk masyarakat Unggan. Disebabkan oleh keterikatan musik dengan ketentuan adat
Ditinjau dari  perspektif musikologi, Talempong Unggan dianggap memiliki karakteristik yang  berbeda dengan musik talempong lain yang ada di daerah Minangkabau. Adapun perbedaan karakteristik musik Talempong Unggan terletak pada aspek musikal. Permasalahan tersebut di atas dirumuskan menjadi pertanyaan:  
1.   Bagaimanakah cara mewujudkan keunikan musikal Talempong Unggan kedalam kajian Transformasi musikal etnis ke perspektif penggarapan Musikologi? 
2.    Alternatif metode yang mana yang akan digunakan ketika menjadikan lima nada Talempong Unggan dapat dikatakan pentatonik sebagai material penggarapan dalam wilayah musikologi?
3.   Bagaimana cara mengolah musik yang tidak memiliki disain dramatik musik menjadi musik yang memiliki disain dramatik musik dan bisa dinikmati bagi masyarakat diluar Unggan?
4.    Apakah alternatif Struktur dan bentuk musik yang digunakan untuk memindahkan musikal Talempong Unggan ke perspektif menggarap musik?
5.   Bagaiamana prospek material musikal Talempong Unggan dalam perspektif penggarapan skala pentatonik?

C.   Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian Talempong Unggan: Transformasi teks musik Tradisional ke  perspektif penggarapan pentatonik konvensional:
Pertama, mengumpulkan informasi tentang latar belakang Talempong unggan yang berkaitan dengan musikal masyarakat Unggan.
Kedua, mencari data pokok tentang musikal Talempong Unggan yang berupa musikal asli Talempong Unggan untuk ditransformasikan dengan menggunakan teori musikologi sebagai material garapan dalam skala pentatonik dibawah payung musikologi.
Ketiga, memilih salah satu repertoar Talempong Unggan sebagai material garapan, kemudian memformulasikannya dengan menggunakan salah satu sub teori musik, ilmu musik klasik barat,  skala pentatonik.
Keempat, mentransformasikan musikal Talempong Unggan yang tidak memiliki disain dramtik musik ke perspektif penggarapan musik berdasarkan ketentuan penggarapan skala pentatonik, harmoni, didalam struktur bentuk yang memiliki disain dramatik musik, dengan tetap mempertahankan kesan etnis Talempong Unggan.
Kelima sebagai publikasi musik etnis Talempong Unggan melalui perspektif pengarapan musikologi.
Hasil penelitian Talempong Unggan: Transformasi musikal ke perspektif penggarapan pentatonik dapat digunakan sebagai berikut.
Pertama, supaya seluruh data dan informasi yang berkembang dimasyarakat dalam bentuk kajian musikologi tentang musikal Talempong Unggan lebih aktual, sahih dan komprehensif.
Kedua, memperkaya dengan melestarikan budaya nasional dari sub etnis Minangkabau Talempong Unggan dengan metode musikologi, supaya dapat dikenal  luas.
Ketiga, hasil penelitian dan penggarapan dalam kajian tesis dari idiom musik  tradisional dengan disiplin musikologi, dapat menjadi sumbangan yang bermanfaat bagi jurusan musik, fakultas seni pertunjukan ISI Padangpanjang khususnya minat komposisi musik dijurusan musik ISI Padangpanjang, dalam hal penambahan referensi baru tentang transformasi musik etnis ke perspektif Penggarapan dengan disiplin musikologi.

D. Tinjauan Pustaka
Kepustakaan yang membahas tentang Talempong Unggan sangat terbatas, kebanyakan hanya berupa laporan penelitian, skripsi dan, laporan karya seni tentang Talempong Unggan. Kepustakaan tentang penggarapan “Skala pentatonik” dapat ditemukan pada buku yang telah diterbitkan seperti, sejarah musik, Harmoni, dan analisis musik karya komposer yang menggunakan skala pentatonik.
Tulisan Talempong Unggan yang digunakan sebagai referensi sekaligus sebagai pendukung data dari hasil penelitian.
Laporan penelitian Ichlas Syarief dkk tentang Talempong Unggan Studi deskriptif dan interpretatif di tahun 1993. Laporan ini sangat bermanfaat sebagai perbandingan ukuran nada Talempong Unggan dengan laporan penelitian yang dilakukan peneliti pada tahun yang berbeda. Laporan Ichlas Syarief dkk, menguraikan tentang tangga nada, repertoar Talempong Unggan beserta guna dan fungsi menurut adat. 
Skipsi Erianto menulis tentang “Talempong Unggan Musik Tradisi di Desa Unggan Minangkabau” di tulis sebagai tugas akhir jurusan karawitan di STSI Bandung pada tahun 1998. Tulisan Erianto menguraikan tentang frekwensi nada Talempong Unggan.
Laporan penelitian Zahara kamal tentang Talempong Unggan di Desa Unggan Kecamatan sumpur Kudus Sawah Lunto Sijunjung, kajian musikologis pada tahun 2000.
Judul karya apa? I Nyoman Supenida dan Diana Fatmawati adalah contoh karya yang menggunakan disiplin etnomusikologi.
Buku dengan disiplin Musikologi yang membicarakan tentang skala pentatonik untuk metodologi penggarapan material nada talempong unggan sebagai berikut.
Buku yang ditulis oleh Vincent Persicheti dengan judul Harmony Twentieth Century, creative aspects and practice. Buku ini diterbitkan oleh W.W. Norton & Company. INC. Di New York. Bahasan pentatonik dalam buku ini dijadikan sebagai metode untuk menggarap nada Talempong Unggan.
Buku Hugh M. Miller  edisi ke tiga tentang Music Of History yang diterbitkan Barnes&Noble INC, NY. Tahun 1960.Tulisan yang diambil dalam buku ini adalah Specific Aspects of style tentang New scale Systems.
Buku Thomas Benjamin yang berjudul MusicforAnalisis, edisiketiga Exsamples from the common Practice Period and the twentieth Century. Diterbitkan Wadsworth Publishing Company Belmont, California A Division of  Wadsworth, INC. Tahun 1992. Buku ini digunakan sebagai acuan contoh karya komposer yang menggunakan skala pentatonik, seperti Bartok, Debussy,dan Rimsky Korsakov, Roussel.
Buku Inung K. Ari sasangka, Kamus Skala Melodi, koleksi 1620 skala dari seluruh dunia, termasuk didalamnya mengenai pentatonik.

E. Kerangka Teoritis
Penelitian dan penggarapan dalam tesis ini menggunakan disiplin Musikologi.
Penelitian musik etnis Talempong Unggan dalam hal ini latar belakang dan musikal  musik tradisional Talempong Unggan sebagai sub etnis Minangkabau, digarap dengan menggunakan perspektif penggarapan musikologi. Musikal ditransformasikan dari ketentuan adat ke konteks komposisi musik sebagai kemajuan alternatif dari hasil kreatifitas indivdual.
Teori Budaya,Seni adalah produk budaya, jenis perilaku manusia yang khusus: penggunaan imajinasi secara kreatif manusia untuk menerangkan, memahami, dan menikmati hidup. kemudian seni juga mencerminkan nilai-nilai kebudayaan dan perhatian rakyat. Apabila dikaitkan dengan wacana seni musik dalam perilaku budaya, dapat diartikan sebagai berbicara tentang berbagai paradigma atau perspektif yang dimanfaatkan oleh ahli untuk menafsirkan, memahami, dan menjelaskan tentang fenomena seni salah satunya  musik.
Teori kreatifitas Cziksenmihalyi: “kreatifitas lahir bukan karena kefakuman tapi karena proses”, dalam buku Handbook of creatvity karangan Robert J. Sternberg. Ranah budaya musik tradisional Talempong Unggan yang telah berubah atau ditransformasi ke prspektif penggarapan musikologi, “berproses melalui transmisi informasi ke setiap individu, kemudian menjadi stimulasi orisinalitas ditujukan kepada masyarakat, terjadi seleksi orisinalitas, tahapan akhir kembali keranah budaya atau orisinalitas tinggi”.
Teori transformasi Laplace: Pierre-Simon Laplace adalah “suatu teknik untuk menyederhanakan permasalahan dalam suatu sistem yang mengandung masukan dan keluaran, dengan melakukan transformasi dari suatu domain pengamatan ke domain pengamatan yang lain”. Artinya, material musik Talempong Unggan dapat dimodifikasi atau disusun kembali keperspektif penggarapan musikologi dengan menambah atau mengurang unsur-unsur musik Talempong Unggan.
Teori pentatonik Vincent versicheti, “untuk mencegah kesan harmoni yang monoton maka harus menggunakan nada ornament, pedal point, tregoet modalt interchange atau modulasi ke pentatonik yang lain. Melodi pentatonik sering dengan khord yang asing. Mengkombinasikan tangga nada pentatonik dengan tipe yang lain pada senter yang sama atau berbeda”. Teori tersebut digunakan sebagai cara untuk mengembangkan lima nada Talempong Unggan untuk membuat disai dramatik musik

F. Metode Penelitian
Pengkajian komposisi yang berjudul “Talempong Unggan: Transformasi Musikal Etnis ke perspektif Musikologi” menggunakan metode penelitian kualitatif, menggunakan sumber data sumber tertulis berupa buku dan karya seni, kemudian data sumber audio melalui audio visual dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti sebelumnya dan yang dilakukan dengan melalui penelitian langsung. Sedangkan perspektif yang digunakan dalam penelitian adalah gabungan Sejarah, etnomusikologi, musikologi, dan cabang ilmu lain yang dapat memperkuat sebagai referensi penulisan. Untuk menghasilkan suatu penulisan ilmiah yang objektif, maka diperlukan suatu metode yang sistematis dalam pembahasan objek penelitian dan menyusunya dalam bentuk tulisan ilmiah. Teknik pengumpulan data harus disesuaikan dengan sifat penelitian yang digunakan, yaitu penelitian kualitatif. Menurut Bodgan dan Tylor, “Metodologi Kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.[18]
Menurut C. Nelson et al:
Qualitative research is an interdisciplinary, transdisciplinary, and sometimes counterdisciplinary field. It crosscuts the humanities and the social and physical sciences.[19]

Adapun paradigma yang digunakan sebagai landasan pengembangan metodologi penelitian kualitatif adalah 1) Pospositivis, bahwa realita disikapi sebagai fakta yang bersifat ganda, memiliki hubungan secara asosiatif, serta harus dipahami secara alamiah, kontekstual dan holistik. 2)Realitas disikapi sebagai gejala yang sifatnya tidak tetap, dan memiliki pertalian hubungan dengan  masa lalu, sekarang dan yang akan datang. 3)Posmodernis, penelitian ditentukan berdasarkan garis hubungan presensi/teks/realitas, konstruksi/dekonstruki danpemahaman.[20]
Penelitian Talempong Unggan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: (1)Penelitian kepustakaan, untuk memperoleh landasan teori untuk penggarapan material. Studi pustaka juga meliputi pengumpulan data tentang musikalTalempong Unggan, Gambar dan notasi musik. (2)Melakukan observasi terhadap objek yaitu nada talempong yang dijadikan objek material penggarapan, melalui rekaman audio visual untuk analisis data dan dokumentasi. (3)Menggunakan metode komparasi untuk menentukan ciri yang fundamental terhadap perbedaan frekuensi nada Talempong Unggan dengan frekuensi nada diatonis. (4)Menggunakan metode wawancara dengan narasumber yang berkaitan dengan kajian tesis ini. (5)Eksperimen material dalam studio dengan teori yang digunakan. Eksperimen telah dilakukan ketika memproses komposisi untuk tugas akhir strata satu (sarjana).

G. Sistematika Penulisan
Penulisan tesis “Talempong Unggan: Transformasi Teks Musik Tradisional ke Perspektif Penggarapan Pentatonik ”  menggambarkan urutan penulisan tesis dengan:
BAB I merupakan pendahuluan yang diklasifikasikan dengan latar belakang, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritis, metode penelitian, dan sitematika penulisan.
BAB II membahas Talempong Ungggan: Cikal Bakal Sejarah Musik Didasari Cerita Rakyat: Periode Dongson 2500-1500 SM, periode Adityawarman1347-1375, riwayat Unggan, talempong didaerah Unggan.
BAB III mambahas material musik Talempong Unggan sebagai dasar transformasi musikal: Instrumen musik Talempong Unggan, unsur-unsur musik Talempong Unggan, sistem nada Talempong Unggan, bentuk musik Talempong Unggan, dan tekstur musik Talempong Unggan.
BAB IV merupakan kesimpulan, saran dari temuan-temuan penelitian dan hasil pengolahan data penelitian.



[1] Teori kreatifitas Mihalyi Csikszenmihalyi, “kreatifitas lahir bukan karna kefakuman tapi karena proses”, dalam Robert  J. Sterndberg, Handbook of Creativity.(USA: CAMBRIDGE University Press, 1999),3
[2] Agus Sachari, Estetika, Makna, Simbol dan Daya, (Bandung, ITB, 2002), 9
[3] Jacob Sumarjo, FilsafatSeni,  (Bandung: ITB, 2000), 88
[4] Boestanoel Arifin Adam, 1986. “ Talempong Musik Tradisi Minangkabau” Laporan Penelitian. Padangpanjang ; ASKI. p.p 29-30. Dalam makalah Nadia Fauzi, “Dialektika Tungku Tigo Sajarangan dan Tali Tigo Sapilin dalam Konsep Talempong Basaua”.
[5] Mahdi Bahar, Musik Perunggu Nusantara Perkembangan Budayanya DI Minangkabau, (Bandung: Sunan Abu STSI Press Bandung, 2009), 117
[6]Erianto,“Talempong Unggan Musik Tradisi di Desa Unggan Minangkabau”, (Bandung: Skripsi STSI 1998)
[7] Wawancara dengan Erianto tanggal 3 oktober 2010
[8] Dieter Mack, SejarahMusikJilid4, (yogyakarata: Pusat Musik Liturgi)
[9] KBBI 2005,“Modernisasi adalah proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai masyarakat untuk dapat hidup seesuai dengan tuntutan masa kini”.
[10] Heddy Shri Ahimsa-Putra, Ketika Orang Jawa Nyeni (ed), (yogyakarta: Galang press, 2000), 399
[11] Hugh M. Miller,HistoryOfMusic, ( USA: Barnes and Noble, 1960), xii-xiii
[12] Perubahan tersebut dapat dilihat dalam tulisan Sejarah musik, Hugh M. Miller, Dieter Mack
[13] William A. Haviland, alih bahasa R. G. Seokadijo jilid 2, 234
[14] Etnomusikologi adalah gabungan disiplin ilmu, musik dan antropologi
[15] William A. Haviland, alih bahasa R. G. Seokadijo jilid 1, 333
[16] Dieter Mack, SejarahMusikjilid4, (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 2009),506
[17] Kamus Besar Bhasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Balai Pustaka, 2005)1209
[18] Lexy  J. Moleong, MetodologiPenelitianKualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), 3
[19] C. Nelson. P. A. Treichler, dan L. Grossberg, Cultural Studies (New York: Routledge, 1992), 4 dalam Norman K. Denzin, dan Yvonna S. Lincoln, eds. Handbook of qulitative risearch (Thousand Oaks, London, New Delhi: SAGE Publication Inc., 1994), 3-4 dalam Victor Ganap, “Keroncong Toegoe: Sejarah kehadiran Komunitas Dan Musiknya, Dikampung Tugue cilincing, Jakarta Timur”, (Yogyakarta: Disertasi UGM, 2006), 47
[20]Maryaeni, Metode Penelitian Kebuayaan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), 6-9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar