Penelitian Oleh : NOFI
RAHMANITA,S.Sn
Publisher : Ayurizal S.Sn
ABSTRAK
Penelitian yang
berjudul “ Seni Kerajinan Rajut di Karan Aur Pariaman Tengah (Kajian Bentuk dan
Fungsi)” adalah sebuah kajian yang mengungkap tentang keberadaan seni kerajinan
rajut. Seni kerajinan rajut merupakan kerajinan yang mengkaitkan benang dengan
menggunakan alat yang bernama jarum kait atau hook.
Dahulunya seni
kerajinan rajut ini merupakan kerajinan budaya luar tepatnya dari Gujarat. Saat
itu orang Gujarat datang untuk berdagang dan menetap di Pariaman. Mereka
mengajarkan seni kerajinan rajut kepada masyarakat Karan Aur, sehingga
kerajinan tersebut sampai sekarang telah membudaya dalam masyarakat tersebut.
Seni kerajinan rajut
di Karan Aur diwariskan secara turun temurun dari generasi ke genenrasi oleh
kaum ibu-ibu kepada anak perempuan mereka. Mereka mengerjakan rajutan ketika
waktu senggang atau pekerjaan rumah tangga telah selesai dan sepulang mereka
sekolah. Seni kerajinan rajut dibuat dari benang medan dengan kualitas yang
berbeda setiap produknya dan menggunakan jarum kait (hook). Sejalan dengan perkembangan zaman seni kerajinan rajut Karan
Aur telah mengalami perkembangan bentuk dan fungi serta teknik membuatnya. Saat
ini perajin rajut telah membuat rajutan yang diaplikasikan dengan sulam pita.
Kata kunci: seni kerajinan rajut, produk, perubahan.
BAB I
Seni Kerajinan Rajut
di Karan Aur Pariaman Tengah
(kajian bentuk dan fungsi)
A. Latar
Belakang
Seni kriya merupakan salah satu bentuk
kebudayaan yang terdapat di seluruh Nusantara dan lebih dikenal dengan seni kerajinan.
Kerajinan sebagai salah satu bentuk dari seni rupa, telah ada sepanjang
kehidupan manusia. Keberadaan kerajinan tersebut tidak hanya sebagai pernyataan
seni, tetapi juga sebagai manifestasi kehidupan masyarakat pendukung, atau
sebagai ungkapan kreatifitas kebudayaan itu sendiri. Berbagai macam bentuk
kerajinan yang dapat ditemukan dalam kehidupan manusia, diantaranya adalah
kerajinan sulaman, tenun, anyaman, keramik, rajut/renda, dan logam. Setiap
kerajinan tersebut mempunyai ciri khas tersendiri. Ciri khas tersebut dimiliki
dari generasi ke generasi dan berkembang terus menerus sehingga dapat menjadi
identitas dari suatu daerah.[1]
Seni kriya sebagai seni terapan
merupakan suatu hasil kegiatan manusia yang tidak pernah terlupakan, sebab seni
kriya adalah seni yang paling akrab dengan kehidupan masyarakat dan mempunyai
fungsi praktis. Tidak mengherankan apabila setiap masyarakat memandang bahwa,
peralatan sehari-hari yang disebut seni kriya yang digunakan sebagai benda
budaya dan dikembangkan sebagai suatu ungkapan rasa keindahan.[2]
Dewasa ini produk kriya tidak hanya sebagai produk pemenuhan kebutuhan praktis,
namun sekarang sudah bergeser kearah pada industri. Produk yang dibuat
bertujuan untuk dijual belikan. Seni kriya menjadi penting karena senantiasa
diperlukan oleh masyarakat dan tetap akan mengalami perkembangan sesuai dengan
perkembangan masyarakat.
Dengan adanya perkembangan seni kriya
disuatu daerah menyebabkan daerah tersebut dikenal sebagai kawasan industri,
seperti home industri (industri rumah
tangga), industri besar (makro) yang
memiliki kespesifikan tersendiri bagi lingkungan masyarakatnya. Daerah Pariaman
misalnya, yang merupakan daerah pesisir pantai atau disebut juga daerah rantau
bagian barat dari penyebaran masyarakat Minangkabau.[3]Kerajinan
yang berkembang di daerah Pariaman antara lain kerajinan bordir, anyaman,
sulaman benang emas, dan kerajinan rajut.
Penelitian
kali ini akan diteliti tentang rajut yang ada di Karan Aur Pariaman Tengah.
Merajut[4]
pertama kali dilakukan oleh kaum pria di Jazirah Arab, Timur Tengah. Tujuannya
untuk membuat permadani yang diperdagangkan oleh para pedagang Arab. Hasil
kerajinan merajut pada waktu itu berupa permadani yang disebar ke berbagai
belahan dunia. Di Asia mula-mula dikenal di daerah Tibet, dan di Eropa dikenal
di Spanyol kemudian ke daerah pelabuhan di wilayah Mediterania. Kemudian oleh
bangsa Spanyol, kerajinan merajut kemudian menyebar ke wilayah Eropa lainnya.
Lambat laun karena ada kolonisasi Eropa di berbagai wilayah dunia, keterampilan
ini menyebar hingga ke Amerika, Afrika, dan Asia. Merajut disebarluaskan di
Indonesia oleh bangsa Belanda, sehingga lebih sering dikenal dengan istilah hakken (merenda) dan crochet (merajut). Saat ini kegiatan
merajut, yang tadinya pekerjaan kaum pria, diminati kaum wanita.
Menurut
sejarahnya, kerajinan rajut dulunya dibawa oleh orang kaliang (India) yang tinggal di Pariaman, dimana masyarakat pribumi
(masyarakat Pariaman) sebagai perajinnya.
Mereka pada umumnya hanya membuat rajut yang berukuran kecil, kemudian
orang kaliang yang akan menyambung
rajutan kecil-kecil tadi, sehingga berbentuk taplak meja dan sandaran kursi.[5]
Sejalan dengan waktu dan perkembangan
zaman, masyarakat Karan Aur tidak lagi menjadi perajin urang kaliang, mereka
telah memproduksi sendiri kerajinan rajut, dan telah menjadi tradisi turun
temurun dalam masyarakat Karan Aur. Kerajinan yang berkembang di Karan Aur
merupakan home industri (kerajinan
rumah tangga), dan perajinnya kebanyakan dari
kaum ibu-ibu dan anak-anak perempuan. Pembuatan produk kerajinan rajut
oleh kaum perempuan, adalah untuk memanfaatkan waktu senggang dengan kegiatan
yang menghasilkan, dan dari kesenggangan yang bermanfaat akan mengarah pada
usaha yang bisa menambah panghasilan keluarga.[6]
Dalam pembuatan rajutan, perajin memakai
peralatan jarum kait untuk merajut dan dilakukan dengan tangan (secara manual),
sehingga menuntut kesabaran untuk menyelesaikan pola menjadi sebuah karya yang
cantik dan berkualitas. Pembuatan produk rajutan menggunakan bahan dari benang
jagung (benang medan) juga bisa dikombinasikan dengan kain blacu yang di sulam.
Produk kerajinan rajut yang dihasilkan berfungsi untuk taplak meja mulai dari
ukuran kecil hingga besar, alas meja oshin (bundar), bantal kursi tamu, bantal
kursi santai, taplak sandaran kursi tamu, tempat/gantungan HP, tas dan
lain-lain.
Kerajinan rajut sebagai salah satu
produk budaya masyarakat Pariaman khususnya, Sumatera Barat umumnya, sangat
pantas untuk dijadikan bahan kajian, karena potensi kerajinan yang dihasilkan
daerah ini banyak dikenal masyarakat luas. Dalam konteks itu perlu diadakan
penelitian lewat penelusuran atau tinjauan yang lebih mendalam, sehingga dapat
ditelusuri tentang bentuk, teknik, dan fungsi produk kerajinan rajut di daerah
Karan Aur Pariaman Tengah.
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan di atas, maka dalam hal ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana teknik kerajinan rajut di Karan Aur Pariaman
Tengah
2. Apa
saja bentuk dan fungsi kerajinan rajut di Karan Aur Pariaman Tengah.
3. Faktor
apa saja yang mempengaruhi perubahan bentuk dan fungsinya.
C.
Tujuan Penelitian
- Mengetahui teknik yang dipakai dalam proses pembuatan rajut di Karan Aur Pariaman Tengah.
- Mengetahui bentuk dan fungsi kerajinan rajut yang ada di Karan Aur Pariaman Tengah.
- Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perubahan bentuk dan fungsinya.
D.
Tinjauan Pustaka
Kajian yang
berhubungan dengan rajut secara seksama dan tuntas belum ditemukan. Namun ada
beberapa buku, yang kiranya dapat dijadikan sebagai bahan dalam penelitian ini,
antara lain:
Dalam bukunya
Noe Idris, Teknik Merajut Untuk Pemula,
sekilas Indris menjelaskan tentang pengertian dari rajutan. Ia juga menjabarkan
bahan yang digunakan dan alat yang dipakai dalam merajut. Selain itu ia juga
menjelaskan jenis atau teknik dalam merajut dan aneka kreasi hasil rajutan.
Buku yang
berjudul Pengetahuan Barang Tekstil,
yang ditulis oleh Agustien Nyo mengulas bahan-bahan tekstil yang dimulai dari
penggolongan serat sampai pemintalan menjadi benang, beragam teknik dalam
pembuatan tekstil salah satunya teknik rajut. Selain itu Agustien juga membahas
bermacam jenis rajutan.
Buku yang
berjudul Indonesia Indah, Kain-kain Non Tenun Indonesia, mengulas jenis-jenis
seni karajinan tekstil tradisonal di Indonesia, diantaranya seni kerajinan
renda di Sumatera Barat. Kerajinan renda yang ada di Sumatera Barat terdapat di
daerah Koto Gadang, Bukittinggi, dan Pariaman. Dalam buku ini menjelaskan bahwa
renda yang terdapat di Koto Gadang adalah renda bangku, dan di daerah Pariaman
adalah renda jarum.
E. Landasan Teori
Untuk mengetahui dan memahami bentuk
dan fungsi dari kerajinan rajut yang ada di Karan Aur Pariaman Tengah, ada
beberapa teori yang menjadi dasar dalam menjawab permasalahan yang ada, seperti
teori bentuk,dan teori fungsi.
Mengenai bentuk atau wujud fisik dari
rajut Karan Aur Pariaman Tengah yang terdapat pada produk yang dihasilkan,
dianalisis menurut pendapatnya Soedarso Sp, yang menyatakan bahwa dalam sebuah
karya seni mengandung dua nilai yaitu nilai bentuk dan nilai isi. Bentuk adalah
bersifat indrawi yang kasatmata dan kasatrungu yaitu penyandang nilai intrinsik
seni yang merupakan aspek yang pertama menarik minat para penikmatnya.
Sedangkan nilai isi adalah apa yang ada dibalik kasatmata dan kasatrungu
tersebut, isi mengandung nilai ekstrinsik seni, isi menunjukan minat atau
intuisi dan emosi seniman, sedangkan bentuk adalah masalah inteleksi serta
kreativitasnya.[7]
Analisis ini dipergunakan untuk mengurai bentuk atau wujud fisik dari kerajinan
rajut di Karan Aur Pariaman Tengah.
Eksistensi seni kriya selalu dikaitkan
dengan pemenuhan fungsi tertentu, meskipun pemenuhan fungsi itu sering kali
hanya dipandang dari sisi fisiknya saja, tidak menyeluruh, tidak sesuai dengan
realitas kebutuhan hidup yang lengkap dan utuh. Fungsi seni dapat dikelompokan
kedalam tiga aspek, yaitu fungsi personal, fungsi fisik, dan fungsi sosial.
Fungsi personal berkaitan dengan
pemenuhan kepuasan jiwa pribadi dan minat individu, fungsi fisik berurusan
dengan pemenuhan kebutuhan praktis., sedangkan fungsi sosial berhubungan dengan
tujuan sosial, ekonomi, politik, budaya dan kepercayaan. Ketiga fungsi tersebut
saling bergayut dalam suatu wujud seni kriya sebagai satu kesatuan yang utuh
dan padu.[8]
Selanjutnya Feldman juga menjelaskan bahwa dimana fungsi dari fungsi fisik seni
atau desain dapat dihubungkan dengan penggunaan objek yang efektif sesuai
dengan kriteria kegunaan dan efesiensinya, baik penampilannya maupun
kegunaannya.[9]
Penampilan dan fungsi mempunyai
hubungan yang tidak dapat dipisahkan, karena bentuk dan penampilan luar dari
setiap barang didesain mengikuti atau merupakan suatu hasil pengoperasian dari
fungsi.[10]
BAB II
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk melihat
secara kualiatif seni kerajinan rajut kajian bentuk dan fungsi, khususnya seni
kerajinan rajut yang dibuat oleh perajin Karan Aur Pariaman Tengah. Untuk mewujudkan hasil penelitian yang baik
diperlukan metode penelitian yang tepat. Adapun metode penelitian yang dimaksud
adalah langkah-langkah yang ditempuh dalam proses penelitian. Selain
langkah-langkah pokok, yaitu pengumpulan data, analisis data, dan penyajian
hasil penelitian. Pada bagian ini dikemukan pula hal-hal yang berkenaan dengan
bentuk penelitian, penentuan lokasi penelitian, data dan sumber data.
a. Bentuk
Penelitian
Penelitian
ini berbentuk kualitatif , dalam hal ini, Hadari Nawawi mendefenisikan metode
penelitian kualitatif adalah sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring
informasi dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu objek dan hubungan
dengan pemecahan suatu permasalahan, baik dari sudut pandang teoritis maupun
praktis.[11]
Lebih lanjut Nasution menyatakan, bahwa penelitian kualitatif disebut juga penelitian
naturalistik. Disebut kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan yang
bercorak kualitatif, bukan kuantitatif.[12]
b. Lokasi
Penelitian
Penelitian
dilakukan di kelurahan Karan Aur Pariaman Tengah. Berdasarkan undang-undang No.
12 tahun 2002, dan kecamatan Pariaman Tengah memiliki strutur pemerintahan
terendah dengan jumlah 16 kelurahan, yaitu kelurahan Pasir, kelurahan Kampung
Perak, Pondok II, Lohong, Jawi-Jawi I, Jawi-Jawi II, Kampung Jawa I, Kampung
Jawa II, Kampung Pondok, Alai Gelombang, Taratak, Jalan Kereta Api, Ujung
Batung, Jalan Baru, Karan Aur, dan Jati Hilir. Selain itu Pariaman Tengah juga
memiliki 13 desa, yaitu desa Kampung Baru, Rawang Jati Mudik, Bato, Batang
Kabung, Koto Marapak, Sungai Sirah, Sungai Pasak, Air Santok, Cubadak Mentawai,
Pauh Timur, Pauh Barat, dan Cimparuh. Dari semua kelurahan dan desa di Pariaman
Tengah, yang memproduksi seni kerajinan rajut, yaitu kelurahan Karan Aur. Ada
beberapa alasan menetapkan keseluruhan Karan Aur sebagai lokasi penelitian.
1.
Penetapan lokasi ini mengingat kelurahan
Karan Aur merupakan daerah teritorial sebagai pendukung budaya Minangkabau.
Seni kerajinan rajut sebagai warisan budaya berada dalam wilayah kelurahan
Karan Aur.
2.
Jumlah perajin seni kerajinan rajut
meliputi seluruh perempuan, baik itu ibu-ibu ataupun anak perempuan mereka yang
masih duduk di sekolah.
3.
Secara historis, keahlian seni kerajinan
rajut diperoleh dari urang kaliang
yang tinggal di daerah itu. Dari merekalah masyarakat kelurahan Karan Aur
mendapat keahlian merajut, dan sampai sekarang sudah menjadi warisan turun
temurun dalam masyarakat Karan Aur.
c. Data
dan Sumber Data
Dalam
penelitian menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder.
Kedua data itu saling terkait dalam pengolahan hasil penelitian. Data primer
adalah data yang didapat langsung dari tangan pertama, sedangkan data sekunder
adalah data yang dikutip atau didapat dari sumber lain.[13]
Data
primer didapat dari pelaku yang terlibat langsung sebagai pemilik budaya,
perajin seni kerajinan rajut, tokoh budaya setempat, dan tokoh masyarakat. Data
primer juga diperoleh dari toko penjualan
seni kerajinan rajut. Data sekunder diperoleh dari foto, buku-buku atau literatur
baik hasil penelitian maupun tulisan lainnya yang berkenaan dengan seni
kerajinan rajut.
d. Pengumpulan
Data
Data
penelitian diperoleh dengan teknik studi pustaka, observasi langsung,
wawancara, dan analisis dokumen.
1.
Studi pustaka
Studi
kepustakaan merupakan teknik untuk mendapatkan data penelitian. Tulisan,
rekaman terhadap proses dan fenomena sosial yang berkaitan dengan seni
kerajinan rajut dijadikan sebagai sumber data. Penggunaan sumber ini dilakukan,
karena tidak semua data dapat ditangkap melalui observasi dan wawancara.
2.
Observasi
Observasi
atau pengamatan merupakan cara untuk mengamati prilaku dan benda-benda yang
berkaitan dengan seni kerajinan rajut. Menurut Bogdan dan Taylor observasi
merupakan suatu metode pengumpulan data dengan cara melibatkan diri di dalam
lingkungan subjek, secara sistematis dan tidak mencolok, sehingga tercipta
suatu periode interaksi sosial yang intensif antara peneliti dengan subjeknya.
Pengamatan
dilakukan di Kelurahan Karan Aur (tempat pembuatan rajut). Operasionalisasinya
diawali dengan survei lapangan. Survei dilakukan dalam upaya pendekatan atau
memperkenalkan diri dengan tokoh masyarakat, perajin, dan pemilik toko.
3.
Wawancara
Wawancara
merupakan metode yang sangat mendukung dalam pelaksanaan observasi. Proses
tanyajawab antara peneliti dengan subjek penelitian untuk mendapatkan keterangan tentang seni kerajinan rajut.
Metode ini sangat penting untuk mendapat data yang tidak dapat ditangkap
melalui pengamatan, seperti pandangan dan pendirian manusia.
Menurut Koenjaraningrat wawancara dapat
diklafikasikan ke dalam wawancara berencana, wawancara tidak berencana, dan
wawancara sambil lalu. Perbedaannya terletak pada persiapan oleh peneliti
tentang materi dan informasi yang akan diwawancarai.[14]
Metode
wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe terbuka. Informan
ditetapkan secara purposive berdasarkan
teknik snowball sampling. Pengumpulan data dimulai dari seorang informan pangkal
yang dapat memberi petunjuk tentang individu lain yang tepat dan layak untuk
diwawancarai sehubungan dengan topik penelitian.
E. Analisis Data
Metode penelitian ini adalah kualitatif, maka
analisis kajian ini adalah analisis kualitatif, antara lain: 1. Data yang
berhasil dihimpun, baik itu data pustaka, visual (artefak) maupun lisan
dikelompokkan dan di klasifikasikan sesuai jenis sifat dan karakter data. 2)
Hasil pangolahan data tekstual yang sudah dikonfirmasikan dengan data visual,
data lapangan dan hasil wawancara, dilanjutkan dengan pengujian dan
interpretasi data yang dilandasi sikap kritis dan selektif pada tiap-tiap
bagian dengan keseluruhannya. Maka dengan cara yang demikian data yang
diperoleh layak diangkat sebagai fakta dalam pembahasan.
[1]
Umar Kayam, Seni Tradisional Masyarakat
(Jakarta: Sinar Harapan, 1981) 5.
[2]
Suwaji Bastomi, Seni Kriya Seni (
Semarang: UPT UNNES PRESS, 2003), 85.
[3]
Yuli Marni, “Kriya Anyaman Lidi di Kelurahan Jalan Baru Pariman Tengah, Kajian
Bentuk dan Teknik” (PadangPanjang: Puslit & P2M), 2
[4]
Merajut adalah seni mengaitkan benang dengan menggunakan satu batang pengait
(hook). Lihat dalam Noe Indris, Teknik
Merajut untuk Pemula (Jakarta: Kawan Pustaka, 2008), 2.
[5]
Wawancara dengan Khairunnas, budayawan dan orang tua Pariaman tanggal 10 juni
2010 di Pariaman.
[6]
Imam Suprayitna, Usaha Sampingan Wanita
Pedesaan (Solo: C.V. Aneka, 1996), 22.
[7]
Soedarso Sp, Trilogi Seni, Penciptaan
Eksistensi dan Kegunaan Seni (Yogyakarta: ISI Yogyakarta, 2006), 131.
[8]
Agus Sachari, Estetika, Makna, Simbol,
dan Daya (Bandung: ITB, 2002), 1.
[9]
Edmund Burke Feldman, Art As And Idea,
Terj Sp. Gustami. Endglewood Cliff. New Jersey: Frentice-Hall. Inc, 1967, 129.
[10]
Feldman, op. cit., 267.
[11] Hadari
Nawawi, Penelitian Bidang Sosial,
(Gadjah Mada University Press, 1983), 209.
[12]
Nasution S, Metode Penelitian
Naturalistik Kualitatif (Bandung: Tarsito, 1992), 18.
[13]
Lexy moleong, Metode Penelitian
Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rodakarya, 1998), 3.
[14]
Koenjaraningrat, Metode-Metode Penelitian
Masyarakat (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar