Rabu, 07 Desember 2011

SENI KERAJINAN RAJUT DI KELURAHAN KARAN AUR PARIAMAN TENGAH (KAJIAN BENTUK DAN FUNGSI)



Penelitian Oleh : NOFI RAHMANITA,S.Sn
Publisher : Ayurizal S.Sn
ABSTRAK

   Penelitian yang berjudul “ Seni Kerajinan Rajut di Karan Aur Pariaman Tengah (Kajian Bentuk dan Fungsi)” adalah sebuah kajian yang mengungkap tentang keberadaan seni kerajinan rajut. Seni kerajinan rajut merupakan kerajinan yang mengkaitkan benang dengan menggunakan alat yang bernama jarum kait atau hook.

   Dahulunya seni kerajinan rajut ini merupakan kerajinan budaya luar tepatnya dari Gujarat. Saat itu orang Gujarat datang untuk berdagang dan menetap di Pariaman. Mereka mengajarkan seni kerajinan rajut kepada masyarakat Karan Aur, sehingga kerajinan tersebut sampai sekarang telah membudaya dalam masyarakat tersebut.

   Seni kerajinan rajut di Karan Aur diwariskan secara turun temurun dari generasi ke genenrasi oleh kaum ibu-ibu kepada anak perempuan mereka. Mereka mengerjakan rajutan ketika waktu senggang atau pekerjaan rumah tangga telah selesai dan sepulang mereka sekolah. Seni kerajinan rajut dibuat dari benang medan dengan kualitas yang berbeda setiap produknya dan menggunakan jarum kait (hook). Sejalan dengan perkembangan zaman seni kerajinan rajut Karan Aur telah mengalami perkembangan bentuk dan fungi serta teknik membuatnya. Saat ini perajin rajut telah membuat rajutan yang diaplikasikan dengan sulam pita.


Kata kunci: seni kerajinan rajut, produk, perubahan.




















BAB I

Seni Kerajinan Rajut  di Karan Aur Pariaman Tengah
 (kajian bentuk dan fungsi)
A.    Latar Belakang
Seni kriya merupakan salah satu bentuk kebudayaan yang terdapat di seluruh Nusantara dan lebih dikenal dengan seni kerajinan. Kerajinan sebagai salah satu bentuk dari seni rupa, telah ada sepanjang kehidupan manusia. Keberadaan kerajinan tersebut tidak hanya sebagai pernyataan seni, tetapi juga sebagai manifestasi kehidupan masyarakat pendukung, atau sebagai ungkapan kreatifitas kebudayaan itu sendiri. Berbagai macam bentuk kerajinan yang dapat ditemukan dalam kehidupan manusia, diantaranya adalah kerajinan sulaman, tenun, anyaman, keramik, rajut/renda, dan logam. Setiap kerajinan tersebut mempunyai ciri khas tersendiri. Ciri khas tersebut dimiliki dari generasi ke generasi dan berkembang terus menerus sehingga dapat menjadi identitas dari suatu daerah.[1] 
Seni kriya sebagai seni terapan merupakan suatu hasil kegiatan manusia yang tidak pernah terlupakan, sebab seni kriya adalah seni yang paling akrab dengan kehidupan masyarakat dan mempunyai fungsi praktis. Tidak mengherankan apabila setiap masyarakat memandang bahwa, peralatan sehari-hari yang disebut seni kriya yang digunakan sebagai benda budaya dan dikembangkan sebagai suatu ungkapan rasa keindahan.[2] Dewasa ini produk kriya tidak hanya sebagai produk pemenuhan kebutuhan praktis, namun sekarang sudah bergeser kearah pada industri. Produk yang dibuat bertujuan untuk dijual belikan. Seni kriya menjadi penting karena senantiasa diperlukan oleh masyarakat dan tetap akan mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Dengan adanya perkembangan seni kriya disuatu daerah menyebabkan daerah tersebut dikenal sebagai kawasan industri, seperti home industri (industri rumah tangga), industri besar (makro) yang memiliki kespesifikan tersendiri bagi lingkungan masyarakatnya. Daerah Pariaman misalnya, yang merupakan daerah pesisir pantai atau disebut juga daerah rantau bagian barat dari penyebaran masyarakat Minangkabau.[3]Kerajinan yang berkembang di daerah Pariaman antara lain kerajinan bordir, anyaman, sulaman benang emas, dan kerajinan rajut.
Penelitian kali ini akan diteliti tentang rajut yang ada di Karan Aur Pariaman Tengah. Merajut[4] pertama kali dilakukan oleh kaum pria di Jazirah Arab, Timur Tengah. Tujuannya untuk membuat permadani yang diperdagangkan oleh para pedagang Arab. Hasil kerajinan merajut pada waktu itu berupa permadani yang disebar ke berbagai belahan dunia. Di Asia mula-mula dikenal di daerah Tibet, dan di Eropa dikenal di Spanyol kemudian ke daerah pelabuhan di wilayah Mediterania. Kemudian oleh bangsa Spanyol, kerajinan merajut kemudian menyebar ke wilayah Eropa lainnya. Lambat laun karena ada kolonisasi Eropa di berbagai wilayah dunia, keterampilan ini menyebar hingga ke Amerika, Afrika, dan Asia. Merajut disebarluaskan di Indonesia oleh bangsa Belanda, sehingga lebih sering dikenal dengan istilah hakken (merenda) dan crochet (merajut). Saat ini kegiatan merajut, yang tadinya pekerjaan kaum pria, diminati kaum wanita.
Menurut sejarahnya, kerajinan rajut dulunya dibawa oleh orang kaliang (India) yang tinggal di Pariaman, dimana masyarakat pribumi (masyarakat Pariaman) sebagai perajinnya.  Mereka pada umumnya hanya membuat rajut yang berukuran kecil, kemudian orang kaliang yang akan menyambung rajutan kecil-kecil tadi, sehingga berbentuk taplak meja dan sandaran kursi.[5]
Sejalan dengan waktu dan perkembangan zaman, masyarakat Karan Aur tidak lagi menjadi perajin urang kaliang, mereka telah memproduksi sendiri kerajinan rajut, dan telah menjadi tradisi turun temurun dalam masyarakat Karan Aur. Kerajinan yang berkembang di Karan Aur merupakan home industri (kerajinan rumah tangga), dan perajinnya kebanyakan dari  kaum ibu-ibu dan anak-anak perempuan. Pembuatan produk kerajinan rajut oleh kaum perempuan, adalah untuk memanfaatkan waktu senggang dengan kegiatan yang menghasilkan, dan dari kesenggangan yang bermanfaat akan mengarah pada usaha yang bisa menambah panghasilan keluarga.[6] Dalam pembuatan rajutan, perajin  memakai peralatan jarum kait untuk merajut dan dilakukan dengan tangan (secara manual), sehingga menuntut kesabaran untuk menyelesaikan pola menjadi sebuah karya yang cantik dan berkualitas. Pembuatan produk rajutan menggunakan bahan dari benang jagung (benang medan) juga bisa dikombinasikan dengan kain blacu yang di sulam. Produk kerajinan rajut yang dihasilkan berfungsi untuk taplak meja mulai dari ukuran kecil hingga besar, alas meja oshin (bundar), bantal kursi tamu, bantal kursi santai, taplak sandaran kursi tamu, tempat/gantungan HP, tas dan lain-lain.
Kerajinan rajut sebagai salah satu produk budaya masyarakat Pariaman khususnya, Sumatera Barat umumnya, sangat pantas untuk dijadikan bahan kajian, karena potensi kerajinan yang dihasilkan daerah ini banyak dikenal masyarakat luas. Dalam konteks itu perlu diadakan penelitian lewat penelusuran atau tinjauan yang lebih mendalam, sehingga dapat ditelusuri tentang bentuk, teknik, dan fungsi produk kerajinan rajut di daerah Karan Aur Pariaman Tengah. 

B. Perumusan Masalah
   Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dalam hal ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Bagaimana  teknik kerajinan rajut di Karan Aur Pariaman Tengah
2.      Apa saja bentuk dan fungsi kerajinan rajut di Karan Aur  Pariaman Tengah.
3.      Faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan bentuk dan fungsinya.

C. Tujuan  Penelitian
  1. Mengetahui teknik yang dipakai dalam proses pembuatan rajut di Karan Aur Pariaman Tengah.
  2. Mengetahui bentuk dan fungsi kerajinan rajut yang ada di Karan Aur Pariaman Tengah.
  3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perubahan bentuk dan fungsinya.


D. Tinjauan Pustaka
            Kajian yang berhubungan dengan rajut secara seksama dan tuntas belum ditemukan. Namun ada beberapa buku, yang kiranya dapat dijadikan sebagai bahan dalam penelitian ini, antara lain:
       Dalam bukunya Noe Idris, Teknik Merajut Untuk Pemula, sekilas Indris menjelaskan tentang pengertian dari rajutan. Ia juga menjabarkan bahan yang digunakan dan alat yang dipakai dalam merajut. Selain itu ia juga menjelaskan jenis atau teknik dalam merajut dan aneka kreasi hasil rajutan.
       Buku yang berjudul Pengetahuan Barang Tekstil, yang ditulis oleh Agustien Nyo mengulas bahan-bahan tekstil yang dimulai dari penggolongan serat sampai pemintalan menjadi benang, beragam teknik dalam pembuatan tekstil salah satunya teknik rajut. Selain itu Agustien juga membahas bermacam jenis rajutan.
            Buku yang berjudul Indonesia Indah, Kain-kain Non Tenun Indonesia, mengulas jenis-jenis seni karajinan tekstil tradisonal di Indonesia, diantaranya seni kerajinan renda di Sumatera Barat. Kerajinan renda yang ada di Sumatera Barat terdapat di daerah Koto Gadang, Bukittinggi, dan Pariaman. Dalam buku ini menjelaskan bahwa renda yang terdapat di Koto Gadang adalah renda bangku, dan di daerah Pariaman adalah renda jarum. 




E. Landasan Teori
Untuk mengetahui dan memahami bentuk dan fungsi dari kerajinan rajut yang ada di Karan Aur Pariaman Tengah, ada beberapa teori yang menjadi dasar dalam menjawab permasalahan yang ada, seperti teori bentuk,dan teori fungsi.
Mengenai bentuk atau wujud fisik dari rajut Karan Aur Pariaman Tengah yang terdapat pada produk yang dihasilkan, dianalisis menurut pendapatnya Soedarso Sp, yang menyatakan bahwa dalam sebuah karya seni mengandung dua nilai yaitu nilai bentuk dan nilai isi. Bentuk adalah bersifat indrawi yang kasatmata dan kasatrungu yaitu penyandang nilai intrinsik seni yang merupakan aspek yang pertama menarik minat para penikmatnya. Sedangkan nilai isi adalah apa yang ada dibalik kasatmata dan kasatrungu tersebut, isi mengandung nilai ekstrinsik seni, isi menunjukan minat atau intuisi dan emosi seniman, sedangkan bentuk adalah masalah inteleksi serta kreativitasnya.[7] Analisis ini dipergunakan untuk mengurai bentuk atau wujud fisik dari kerajinan rajut di Karan Aur Pariaman Tengah.
Eksistensi seni kriya selalu dikaitkan dengan pemenuhan fungsi tertentu, meskipun pemenuhan fungsi itu sering kali hanya dipandang dari sisi fisiknya saja, tidak menyeluruh, tidak sesuai dengan realitas kebutuhan hidup yang lengkap dan utuh. Fungsi seni dapat dikelompokan kedalam tiga aspek, yaitu fungsi personal, fungsi fisik, dan fungsi sosial. Fungsi personal  berkaitan dengan pemenuhan kepuasan jiwa pribadi dan minat individu, fungsi fisik berurusan dengan pemenuhan kebutuhan praktis., sedangkan fungsi sosial berhubungan dengan tujuan sosial, ekonomi, politik, budaya dan kepercayaan. Ketiga fungsi tersebut saling bergayut dalam suatu wujud seni kriya sebagai satu kesatuan yang utuh dan padu.[8] Selanjutnya Feldman juga menjelaskan bahwa dimana fungsi dari fungsi fisik seni atau desain dapat dihubungkan dengan penggunaan objek yang efektif sesuai dengan kriteria kegunaan dan efesiensinya, baik penampilannya maupun kegunaannya.[9]
Penampilan dan fungsi mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan, karena bentuk dan penampilan luar dari setiap barang didesain mengikuti atau merupakan suatu hasil pengoperasian dari fungsi.[10]


BAB II
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk melihat secara kualiatif seni kerajinan rajut kajian bentuk dan fungsi, khususnya seni kerajinan rajut yang dibuat oleh perajin Karan Aur Pariaman Tengah. Untuk  mewujudkan hasil penelitian yang baik diperlukan metode penelitian yang tepat. Adapun metode penelitian yang dimaksud adalah langkah-langkah yang ditempuh dalam proses penelitian. Selain langkah-langkah pokok, yaitu pengumpulan data, analisis data, dan penyajian hasil penelitian. Pada bagian ini dikemukan pula hal-hal yang berkenaan dengan bentuk penelitian, penentuan lokasi penelitian, data dan sumber data.
a.    Bentuk Penelitian
Penelitian ini berbentuk kualitatif , dalam hal ini, Hadari Nawawi mendefenisikan metode penelitian kualitatif adalah sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu objek dan hubungan dengan pemecahan suatu permasalahan, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis.[11] Lebih lanjut Nasution menyatakan, bahwa penelitian kualitatif disebut juga penelitian naturalistik. Disebut kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan yang bercorak kualitatif, bukan kuantitatif.[12]
b.   Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di kelurahan Karan Aur Pariaman Tengah. Berdasarkan undang-undang No. 12 tahun 2002, dan kecamatan Pariaman Tengah memiliki strutur pemerintahan terendah dengan jumlah 16 kelurahan, yaitu kelurahan Pasir, kelurahan Kampung Perak, Pondok II, Lohong, Jawi-Jawi I, Jawi-Jawi II, Kampung Jawa I, Kampung Jawa II, Kampung Pondok, Alai Gelombang, Taratak, Jalan Kereta Api, Ujung Batung, Jalan Baru, Karan Aur, dan Jati Hilir. Selain itu Pariaman Tengah juga memiliki 13 desa, yaitu desa Kampung Baru, Rawang Jati Mudik, Bato, Batang Kabung, Koto Marapak, Sungai Sirah, Sungai Pasak, Air Santok, Cubadak Mentawai, Pauh Timur, Pauh Barat, dan Cimparuh. Dari semua kelurahan dan desa di Pariaman Tengah, yang memproduksi seni kerajinan rajut, yaitu kelurahan Karan Aur. Ada beberapa alasan menetapkan keseluruhan Karan Aur sebagai lokasi penelitian.
1.    Penetapan lokasi ini mengingat kelurahan Karan Aur merupakan daerah teritorial sebagai pendukung budaya Minangkabau. Seni kerajinan rajut sebagai warisan budaya berada dalam wilayah kelurahan Karan Aur.
2.    Jumlah perajin seni kerajinan rajut meliputi seluruh perempuan, baik itu ibu-ibu ataupun anak perempuan mereka yang masih duduk di sekolah.
3.    Secara historis, keahlian seni kerajinan rajut diperoleh dari urang kaliang yang tinggal di daerah itu. Dari merekalah masyarakat kelurahan Karan Aur mendapat keahlian merajut, dan sampai sekarang sudah menjadi warisan turun temurun dalam masyarakat Karan Aur.
c.    Data dan Sumber Data
Dalam penelitian menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Kedua data itu saling terkait dalam pengolahan hasil penelitian. Data primer adalah data yang didapat langsung dari tangan pertama, sedangkan data sekunder adalah data yang dikutip atau didapat dari sumber lain.[13]
Data primer didapat dari pelaku yang terlibat langsung sebagai pemilik budaya, perajin seni kerajinan rajut, tokoh budaya setempat, dan tokoh masyarakat. Data primer juga diperoleh dari toko penjualan  seni kerajinan rajut. Data sekunder diperoleh dari foto, buku-buku atau literatur baik hasil penelitian maupun tulisan lainnya yang berkenaan dengan seni kerajinan rajut.
d.   Pengumpulan Data
Data penelitian diperoleh dengan teknik studi pustaka, observasi langsung, wawancara, dan analisis dokumen.
1.    Studi pustaka
Studi kepustakaan merupakan teknik untuk mendapatkan data penelitian. Tulisan, rekaman terhadap proses dan fenomena sosial yang berkaitan dengan seni kerajinan rajut dijadikan sebagai sumber data. Penggunaan sumber ini dilakukan, karena tidak semua data dapat ditangkap melalui observasi dan wawancara.
2.     Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan cara untuk mengamati prilaku dan benda-benda yang berkaitan dengan seni kerajinan rajut. Menurut Bogdan dan Taylor observasi merupakan suatu metode pengumpulan data dengan cara melibatkan diri di dalam lingkungan subjek, secara sistematis dan tidak mencolok, sehingga tercipta suatu periode interaksi sosial yang intensif antara peneliti dengan subjeknya.
Pengamatan dilakukan di Kelurahan Karan Aur (tempat pembuatan rajut). Operasionalisasinya diawali dengan survei lapangan. Survei dilakukan dalam upaya pendekatan atau memperkenalkan diri dengan tokoh masyarakat, perajin, dan pemilik toko.
3.    Wawancara
Wawancara merupakan metode yang sangat mendukung dalam pelaksanaan observasi. Proses tanyajawab antara peneliti dengan subjek penelitian untuk mendapatkan  keterangan tentang seni kerajinan rajut. Metode ini sangat penting untuk mendapat data yang tidak dapat ditangkap melalui pengamatan, seperti pandangan dan pendirian manusia.
Menurut Koenjaraningrat wawancara dapat diklafikasikan ke dalam wawancara berencana, wawancara tidak berencana, dan wawancara sambil lalu. Perbedaannya terletak pada persiapan oleh peneliti tentang materi dan informasi yang akan diwawancarai.[14]
Metode wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe terbuka. Informan ditetapkan secara purposive berdasarkan teknik snowball sampling. Pengumpulan data dimulai dari seorang informan pangkal yang dapat memberi petunjuk tentang individu lain yang tepat dan layak untuk diwawancarai sehubungan dengan topik penelitian.
E. Analisis Data
Metode penelitian ini adalah kualitatif, maka analisis kajian ini adalah analisis kualitatif, antara lain: 1. Data yang berhasil dihimpun, baik itu data pustaka, visual (artefak) maupun lisan dikelompokkan dan di klasifikasikan sesuai jenis sifat dan karakter data. 2) Hasil pangolahan data tekstual yang sudah dikonfirmasikan dengan data visual, data lapangan dan hasil wawancara, dilanjutkan dengan pengujian dan interpretasi data yang dilandasi sikap kritis dan selektif pada tiap-tiap bagian dengan keseluruhannya. Maka dengan cara yang demikian data yang diperoleh layak diangkat sebagai fakta dalam pembahasan.


[1] Umar Kayam, Seni Tradisional Masyarakat (Jakarta: Sinar Harapan, 1981) 5.
[2] Suwaji Bastomi, Seni Kriya Seni ( Semarang: UPT UNNES PRESS, 2003), 85.
[3] Yuli Marni, “Kriya Anyaman Lidi di Kelurahan Jalan Baru Pariman Tengah, Kajian Bentuk dan Teknik” (PadangPanjang: Puslit & P2M), 2
[4] Merajut adalah seni mengaitkan benang dengan menggunakan satu batang pengait (hook). Lihat dalam Noe Indris, Teknik Merajut untuk Pemula (Jakarta: Kawan Pustaka, 2008), 2.
[5] Wawancara dengan Khairunnas, budayawan dan orang tua Pariaman tanggal 10 juni 2010 di Pariaman.
[6] Imam Suprayitna, Usaha Sampingan Wanita Pedesaan (Solo: C.V. Aneka, 1996), 22.
[7] Soedarso Sp, Trilogi Seni, Penciptaan Eksistensi dan Kegunaan Seni (Yogyakarta: ISI Yogyakarta, 2006), 131.
[8] Agus Sachari, Estetika, Makna, Simbol, dan Daya (Bandung: ITB, 2002), 1.
[9] Edmund Burke Feldman, Art As And Idea, Terj Sp. Gustami. Endglewood Cliff. New Jersey: Frentice-Hall. Inc, 1967, 129.
[10] Feldman, op. cit., 267.
[11] Hadari Nawawi, Penelitian Bidang Sosial, (Gadjah Mada University Press, 1983), 209.
[12] Nasution S, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif (Bandung: Tarsito, 1992), 18.
[13] Lexy moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rodakarya, 1998), 3.
[14] Koenjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar